Bunyi pasal terkait data yang akan direvisi adalah sebagai berikut :
Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya - Pasal 17 ayat (2) PP PSTE 82/2012.
Pasal 17 tersebut kan sangat bagus, tegas Iskandar, nah pasal ini yang nantinya akan direvisi pemerintah dengan memperbolehkan data center (pusat data) berada diluar negeri dengan hanya Data Elektronik Strategis saja yang diwajibkan diwilayah Indonesia, dimana tidak dijelaskan lebih jauh apa data Data Elektronik Strategis yang dimaksud, jelasnya.
Anggota legislatif DPR, Yudikatif, harus tahu akan bahaya yang sedang mengancam Kedaulatan Negara ini, tandasnya.
Keputusan pemerintah untuk melakukan revisi ini ditengarai karena adanya tekanan Amerika Serikat terkait kebijakan GSP (Generalized Scheme of Preferences) yang mereka terapkan untuk mengatur export import ke negara tersebut Indonesia.
Kristiono, Ketua Umum Mastel (Masyarakat Telematika Indonesia) baru-baru ini menegaskan bahwa PP 82/2012 sudah cukup baik dan tidak perlu direvisi.
Dengan adanya revisi ini justru negara berpotensik merugi hingga Rp. 85,2 trilyun rupiah akibat menurunnya minat investasi data center didalam negeri. 22/11/2018. (Dikutip dari jakartainsight.com).
Selain Mastel, penolakan revisi PP 82/2012 ini juga dilakukan oleh banyak organisasi dan masyarakat. Beberapa diantaranya adalah ACCI (Asosiasi Cloud Computing Indonesia), APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), IDPRO (Asosiasi Data Center Indonesia) dan FTII (Federasi Teknologi Informasi Indonesia).