TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - e-Fishery, startup pemberi layanan teknologi pakan tepat guna ke para petambak ikan siap mengembangkan bisnisnya ke luar negeri.
Pendiri sekaligus CEO eFishery Gibran Huzaifah mengungkapkan, saat ini perusahaannya sedang melakukan proyek percontohan (pilot project) di empat negara, yaitu Vietnam, Thailand, Bangladesh dan India.
Upaya menjajaki pasar internasional itu dilakukan dengan cara kerja sama dengan perusahaan lokal di keempat negara tersebut.
"Sekarang running pilot project di Vietnam, Thailand, Bangladesh dan India. Mudah-mudahan tahun inilah (ekspansi) dari beberapa negara itu bentuknya sama kaya Indonesia, tapi ada local partner di sana," kata Gibran saat ditemui di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Baca: Komisi X Apresiasi Kolaborasi SKPD Tingkatkan Industri Ekraf Banyuwangi
e-Fishery menyediakan alat untuk mengembangbiakan berbagai komoditas ikan. Di Indonesia sendiri sudah ada tujuh jenis ikan dan udang, seperti lele dan ikan mas.
"Startnya di Bangladesh ikan betok, Thailand dan Vietnam udang, di India beda lagi," jelasnya.
Meski begitu, Gibran masih enggan merincikan pendanaan dari kerja sama tersebut.
"Kalau itu (nilai investasi) tidak bisa saya sebutkan. Itu co-funding dengan mereka 30-50 persen dengan lah local partnernya," ucapnya.
Di Indonesia sendiri, eFishery berhasil mencatatkan pertumbuhan hingga 421 persen dari tahun sebelumnya.
Perusahaan ini menawarkan teknologi berupa hardware untuk pemberian pangan secara otomatis, sehinga mempermudah petani tambak udang dan ikan dalam menjadwalkan pemberian pangan melalui aplikasi. Hingga saat ini, eFishery telah merangkul 1.200 nelayan di 22 provinsi di seluruh Indonesia.
Gibran menjelaskan, para petani tambak yang menggunakan alatnya bisa meningkatkan penghasilan dua hingga tiga kali lipat.
"Sementara kalau keuntungan kita dapat dari margin penjualan atau sewa hardware, kalau beli Rp 7,8 juta sementara kalau sewa Rp 300.000 per bulan," ucapnya.
Tak hanya membantu petani tambak untuk meningkatkan panen, Gibran mengatakan e-Fishery juga menghubungkan para petani ke pihak ketiga yang langsung memproduksi hasil panen tersebut.
"Jadi sebelum mereka panen, hasil produksinya sudah kita jualin tuh dari prediksi data, misalnya ke Ampera, Lele Lela, ke kaki lima. Basisnya semua data dan mereka pre orderlah. Kita beli harga Rp 3.000 lebih tinggi ke petambak dibandingkan kalau tengkulak yang beli," kata dia.