TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sampai akhir kuartal-I 2019, Kementerian Keuangan mencatat total nilai utang (outstanding) pemerintah pusat mencapai Rp 4.567,31 triliun. Posisi utang pemerintah tersebut tumbuh 10,4% dibandingkan posisi Maret 2018 yang sebesar Rp 4.136,39 triliun.
Di periode yang sama, pendapatan pajak dalam negeri hanya tumbuh 1,8% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 248,98 triliun. Padahal, periode yang sama tahun lalu, pertumbuhan pajak dalam negeri mencapai 9,9% yoy.
Jika kondisi ini terus berlanjut, Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail khawatir risiko utang pemerintah akan meningkat.
Apalagi di luar utang pemerintah, sejatinya masih terdapat utang badan usaha milik negara (BUMN), perusahaan yang menjadi milik pemerintah sepenuhnya, maupun utang perusahaan lainnya yang dijamin oleh pemerintah.
"Posisi utang pemerintah memang masih relatif rendah dengan rasio sekitar 30% terhadap PDB. Tapi, ini belum termasuk beban utang BUMN yang sebenarnya juga makin tinggi," kata Mikail, Minggu (28/4/2019).
Baca: Minat Beli Skutik Listrik Gesits Made In Indonesia di IIMS 2019? Cukup Siapkan DP Rp 500 Ribu
Nilai utang yang makin meningkat, tak disertai dengan penerimaan yang bertambah juga. Di sisi lain, pemerintah mesti mempertahankan bahkan menambah belanja untuk menjaga denyut perekonomian di tengah prospek pertumbuhan ekonomi global yang rendah.
Baca: Yuk Buruan, Ada Diskon 50 Persen dari Produk Kaca Film ICE-µ by Konica Minolta
Kemkeu melaporkan belanja negara per akhir Maret lalu mencapai Rp 452,1 triliun atau setara 18,37% dari pagu APBN 2019 yakni sebesar Rp 2.461,11 triliun.
Secara tahunan, belanja negara sepanjang kuartal-I 2019 tumbuh 7,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan belanja negara ditopang oleh serapan belanja pemerintah pusat sebesar Rp 260,7 triliun atau tumbuh 11,4% year on year (yoy).
"Belanja semakin besar tapi tidak diimbangi penerimaan, pemerintah mau tak mau akan menarik utang baru," pungkas Mikail.
Baca: VIDEO Link Live Streaming Burnley vs Manchester City Malam Ini Jam 20.50 WIB
Selain meningkatkan risiko utang, kondisi ini juga dikhawatirkan menjadi sorotan lembaga pemeringkat seperti Moody's atau S&P yang cenderung konservatif. Besarnya tingkat utang pemerintah dan BUMN serta potensi penerimaan yang menurun bisa menjadi faktor pertimbangan kedua lembaga tersebut.
"Khawatirnya, S&P maupun Moody's akan memasukkan faktor utang BUMN ke dalam penghitungan sovereign rating kita dan menjadi menambah risiko," tandasnya.
Reporter: Grace Olivia
Artikel ini tayang di Kontan dengan judul Penerimaan pajak lesu, risiko utang pemerintah berpotensi meningkat