News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

ISPO, Strategi Ciamik Indonesia Melawan Kampanye Hitam Kelapa Sawit

Penulis: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kebun Sawit

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kelapa sawit merupakan berkah bagi Bangsa Indonesia. Tanaman ini memang bukan tanaman asli Indonesia. Aslinya dari Afrika. Namun ketika  ditanam di wilayah nusantara tumbuh subur makmur dengan hasil yang melimpah.

Sudah sejak 1910 kelapa sawit menjadi tanaman budidaya komersial yang menyebar luar di wilayah Sumatera. Hingga kini kelapa sawit masih menjadi salah satu pendongkrak pertumbuhan ekonomi dan sumber pendapatan devisa negara.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, ekspor minyak kelapa sawit mentah mencapai 32,02 juta ton sepanjang 2018.  Angka ekspor ini naik tipis jika dibandingkan 2017 yang hanya 31.07 juta ton.

Kelapa sawit. (Istimewa)

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor CPO tahun lalu mencapai USD 17,89 miliar atau turun dibanding 2017 yang mencapai USD 20,34 miliar. Penurunan nilai ekspor terjadi karena rendahnya harga sawit.

Bukan hanya untuk negara. Kelapa sawit juga menjadi sumber penghidupan puluhan juta masyarakat Indonesia. Data Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) mencatat, sejak tahun 2000, industri kelapa sawit telah mengubah hidup 10 juta orang keluar dari garis kemiskinan

Dari data tersebut, 1,3 juta di antaranya hidup di pedesaan. Selain itu, sektor kelapa sawit membuka lapangan pekerjaan bagi 20 juta orang.

Kampanye Hitam

Berkah kelapa sawit yang tumbuh subur di daerah tropis sepanjang garis khatulistiwa, ini tentu mengundang iri Negara lain. Mereka tidak bisa menanam. Hanya wilayah Indonesia, Malaysia, sebagian Afrika dan sebagian lagi Amerika Tengah dan Latin.

Sementara Indonesia dengan wilayah yang maha luas, kelapa sawit tumbuh subur di mana-mana. Tapi untuk menikmati berkah yang melimpah ini ada batu sandungan, yakni kampanye hitam, baik dari dalam maupun luar negeri.

Kelapa Sawit (ist)

Misalnya Eropa yang gencar melakukan kampanye hitam menyudutkan produk sawit Indonesia mulai dari isu tak ramah lingkungan, tenaga kerja hingga kesehatan.

“Isu yang mereka kampanyekan tentang sawit Indonesia tidak benar. Ini hanya murni perang dangang,” tegas Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak.

Penegasan serupa diungkap oleh Ketua Sekretariat Komisi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) R. Azis Hidayat pembicara Program Pembekalan Fellowship Journalist Batch II  di Jakarta. “PEN sudah patahkan tuduhan-tuduhan mereka (Eropa) terhadap kelapa sawit Indonesia,”tandasnya.

 Program Sawit Berkenlanjutan

Salah satu strategi pemerintah Indonesia untuk melawan kampanye hitam kelapa sawit adalah pembenahan pengelolaan kelapa sawit dalam negeri, salah satunya dengan penerapan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) atau sawit berkelanjutan.

“Produksi minyak sawit Indonesia, harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan pemerintah, seperti penerapan prinsip dan kriteria Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang wajib diterapkan oleh semua pelaku usaha perkebunan,” kata Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Hendrajat Natawidjaja.

Herdrajat juga mengungkapkan BPDPKS secara aktif menginformasikan kepada dunia mengenai sawit berkelanjutan Indonesia. Dukungan Indonesia untuk mewujudkan sawit berkelanjutan antara lain dengan penerapan ISPO, RSPO, dan International Standard Carbon Certification (ISCC).

Pemerintah juga berupaya memperkuat penerapan ISPO dengan mengaturnya melalui Peraturan Presiden (Perpres), yang sebelumnya diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian.

"Dengan Perpres itu, semua harus sertifikat ISPO. Tidak ada pengecualian. Kita memang berkepentingan supaya perkebunan rakyat itu juga memenuhi standar. Supaya kita tidak menjadi bulan-bulanan di Eropa," jelasnya.

Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Musdhalifah Machmud menunjukkan tandan buah segar kelapa sawit setelah melalukan panen perdana kebun plasma sawit swadaya milik para petani di desa Sri Pantun, Kabupaten Kutai Timur yang merupakan mitra Sinar Mas Agribusiness and Food, Kamis (22/2/2018). Bupati Kutai Timur menyerahkan Surat Keputusan (SK) Klasterisasi Plasma Sawit Swadaya yang bermitra dengan Sinar Mas Agribusiness and Food seluas lebih dari 7.726 hektar. SK Bupati ini akan mengatur rayonisasi area binaan perusahaan. TRIBUNNEWS/HO (TRIBUN/HO)

Ada perbedaan ISPO Perpres dan Menteri Pertanian. Sertifikat ISPO yang diatur Meteri Pertanian  hanya mewajibkan ISPO kepada perusahaan sawit. Sedang dengan Perpres, semua pelaku industri kelapa sawit wajib mengantongi sertifikat ISPO, termasuk petani perkebunan rakyat.

"ISPO menjadi instrumen kita menata kebun sawit supaya masalah standar ini tidak dipersoalkan, fasibility, sustainability, maka perlu diperlukan ISPO," tandasnya

Menurutnya, BPDPKS turut mendorong peranan pasar domestik untuk meningkatkan konsumsi produk sawit berkelanjutan dan turunannya. Program mandatori B20 merupakan salah satu upaya untuk menyerap CPO di dalam negeri selain untuk mendukung penggunaan energi terbarukan.

Kendala Penerapan ISPO

Penerapan ISPO di Indonesia tidak semudah membalikkan tangan. Banyak kendala yang ditemui. Namun diyakini, seiring perjalanan waktu, semua pekebun dan industri sawit akan mematuhi ISPO.

Sertifikasi ISPO akan menjadi salah satu bukti bahwa perkebunan kelapa sawit di Indonesia memenuhi aspek keberlanjutan.

Menurut Ketua Sekretariat Komisi ISPO, R. Azis Hidayat, saat ini sudah ada 498 perusahaan perkebunan dan petani sawit yang telah mengantongi sertifikat ISPO. Selebihnya, masih berproses untuk memenuhi syarat untuk memperoleh sertifikat ISPO.

“Masih banyak kendala yang dihadapi perusahaan perkebunan dan petani sawit di Indonesia. Yang utama adalah masalah syarat legalitas. Di Indonesia, belum semua perkebunan sawit mengantongi sertifikat lahan dan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB),” jelasnya.

Apalagi untuk lahan sawit yang dikelola petani, banyak yang tidak ada legalitasnya Selain itu, masalah selanjutnya yaitu biaya sertifikasi yang harus ditanggung oleh petani itu sendiri.

Data Komisi ISPO per Juli 2019 mencatat, baru 9 koperasi petani sawit mempunyai sertifikat ISPO. Terdiri dari 5 Koperasi swadaya dan 4 Koperasi Unit Desa (KUD) petani plasma.

Dari sisi luas, baru 5.796 hektare atau 0,1 persen kebun petani bersertifikat ISPO dari total luas 5,807 juta hektar. "Ada beberapa kendala dihadapi petani, salah satunya legalitas kebun tersebut," katanya.

Kendala lain yang dihadapi menerapkan ISPO yaitu petani swadaya yang masih tidak mau membentuk satu koperasi atau lembaga. Sebab, dalam syarat penerapan ISPO, petani harus berorganisasi karena sertifikasi diberikan untuk kelompok bukan individual.

Azis berharap semua perkebunan kelapa sawit Indonesia mengantongi sertifikat ISPO. Azis mengajak seluruh pemangku kepentingan bekerja sama mencari solusi atas kendala tersebut.

Untuk solusi masalah biaya sertifikasi ISPO bagi petani, Azis menyarankan agar perusahaan besar bisa mengalokasikan dana CSR (Corporate Social Resposibility) untuk membantu petani membiayai sertifikasi.

Selain itu, Azis juga berharap Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) bisa mengalokasikan dana untuk membantu petani memperoleh sertifikat ISPO.

"Kita harap CSR perusahaan mau membantu dan mungkin BPDP-KS juga bisa membantu," katanya.

Peran BPDP-KS

BPDP-KS merupakan lembaga yang dibentuk pemerintah untuk membantu petani sawit di Tanah Air untuk menerapkan sistem keberlanjutan.

Lembaga ini membantu petani dalam proses peremajaan kelapa sawit dan dananya didapat dari pungutan ekspor kelapa sawit. BPDP-KS membantu petani dalam promosi, pelatihan serta menciptakan citra positif kelapa sawit.

Direktur Bisnis Menengah BNI Putrama Wahju Setyawan (dua kiri) secara simbolis memberikan piagam pembiayaan KUR kepada salah satu petani sawit Kabupaten Serdang Bedagai di Desa Kota Tengah, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara, Senin (27/11/2017). Dukungan BNI tersebut disampaikan dalam acara Program Peremajaan Sawit Rakyat yang dihadiri Presiden Joko Widodo. Bank BNI menjadi bank yang menyalurkan pembiayaan peremajaan kebun kelapa sawit melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR). TRIBUNNEWS/HO (TRIBUN/HO)

"Dana ini ditujukan ke petani swadaya dan plasma yang sebenarnya dulu mereka juga dibantu kemudian mereka tak mampu lagi setelah kebunnya tua," kata jelas Hendrajat Natawidjaja.

Hingga saat ini, BPDP-KS telah menyalurkan dana peremajaan sawit rakyat ke petani sebanyak Rp 706,9 miliar dengan luas lahan 28.276 hektare.

Dia berharap, dana peremajaan kelapa sawit ini bisa meningkatkan produktivitas kelapa sawit petani dengan menerapkan sistem keberlanjutan.

Dengan melimpahnya hasil panen, maka petani tidak akan lagi membuka lahan dengan cara membakar hutan. "Ketika kita bantu dan produktivitas naik karena diberi bibit unggul, maka petani tidak lagi mencari lahan baru," tegasnya.

Dalam prosesnya, BPDP-KS memberi bantuan Rp25 juta per hektar lahan dengan maksimal 4 hektar ke setiap petani.

Namun, petani yang mendapat dana ini akan diverifikasi terlebih dulu oleh dinas kehutanan dan lingkungan hidup agar terbukti telah menerapkan sistem keberlanjutan.

"Memang bantuan ini belum sesuai standar teknis yang hingga Rp55 juta per hektar, namun dana ini cukup membangun di tahap awal. Nanti petani bisa menambahkan dari tabungan atau meminjam KUR," katanya.

Untuk tahun ini, BPDP-KS menargetkan penyaluran dana peremajaan ke 200 ribu hektar lahan, yang tersebar di 106 kabupaten dan 21 kota.

Paling banyak, sesuai dengan peta penyebaran kebun sawit, dana peremajaan dikucurkan di wilayah Sumatra, Kalimantan, Papua dan Maluku.

Tahun depan, target yang dipatok pemerintah lebih berat lagi yakni mencapai 500 ribu hektar lahan.

Mengejar target tersebut, Hendrajat mengatakan pihaknya akan menggunakan sistem online untuk memudahkan pendataan.

"Dengan sistem online peremajaan kelapa sawit, kita optimis bisa terkejar target 200 ribu hektar di tahun ini karena masih ada sisa 6 bula lagi." (ugi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini