TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pernyataan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM) Thomas Lembong terkait empat unicorn asal Indonesia yang diklaim milik Singapura memicu kontroversi.
Meski sudah meminta maaf dan meralat melalui akun Twitter, tapi pernyataan itu dinilai telah merendahkan kerja keras anak bangsa di dunia startup.
"Ini jadi catatan penting siapa pun pejabat harus hati-hati karena bisa kontraproduktif,” kata pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam, Rabu (31/07).
Di saat bersamaan, sambung dia, kejadian itu juga menjadi pembelajaran.
Umam menilai masih banyak komunikasi pejabat publik yang berbeda data dan bertabrakan.
”Ini menandakan komunikasi internalnya enggak sesolid yang dibayangkan,” ucap dia.
Baca: Bantah Pernyataan Kepala BKPM, Go-Jek Tegaskan Tidak Punya Perusahaan Induk di Singapura
Maka penting bagi Tom melakukan klarifikasi karena kesalahan data dan penjelasan. Tujuannya agar tidak terjadi salah paham di masyarakat.
Setiap pejabat publik yang tak bisa memahami fungsi dan tugas yang diinstruksikan kepala pemerintahan, kata Umam, wajib dikoreksi.
”Ini jadi bahan evaluasi tidak hanya kepada Pak Thomas Lembong, tapi juga pejabat publik lainnya di pemerintahan,” ucap Umam lagi.
Sebelumnya Tom Lembong dalam konferensi pers menyatakan, berdasarkan riset Google Temasek 4 perusahaan berstatus Unicorn asal Indonesia milik Singapura.
"Kalau kita lihat riset oleh Google dan Temasek yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi digital Asean, 4 unicorn kita malah diklaim unicorn mereka (Singapura)," kata Lembong di kantornya, Selasa (30/7/).
Dari cuitan twitternya, Kepala BKPM ini merujuk pada riset Google-Temasek tahun 2016 di mana saat itu belum ada unicorn.
Pernyataan Thomas Lembong ini muncul sehari setelah bos Softbank Masayoshi Son bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin (29/7).
Usai pertemuan itu Masayoshi bilang ingin menjadikan Grab sebagai unicorn kelima asal Indonesia setelah Gojek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak.