News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

APTI: Struktur Cukai Harus Memperhatikan Serapan Hasil Tembakau

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi/Petani tembakau.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Pamudji, meminta agar Pemerintah memperhatikan nasib anggotanya ketika hendak merumuskan kebijakan cukai bagi Industri Hasil Tembakau (IHT).

Kebijakan yang dimaksudkan Agus bukan hanya atas besaran tarif cukai saja, tetapi juga atas penggolongan produk rokok.

Industri rokok, sebagai bagian dari IHT, adalah penyerap utama hasil petani tembakau. "Petani tembakau berharap industri menyerap semua hasil pertanian tembakau, " kata Agus.

Permintaan tersebut diungkapkan dalam focus group discussion (FGD) yang digelar oleh Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Universitas Brawijaya (PPKE UB) di Hotel Swiss-Belinn, Malang, Jumat pekan lalu.

Apapun keputusan yang akan diambil pemerintah, menurut Agus, harus mempertimbangkan penyerapan hasil petani tembakau.

Baca: DPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Lagi Rencana Simplifikasi Tarif Cukai Tembakau

Selama ini hasil tembakau dari anggota APTI banyak dipakai oleh industri rokok golongan 3, yang banyak menghasilkan sigaret kretek tangan (SKT).

Simplifikasi golongan rokok, menurut Agus, akan menyebabkan banyak pabrik rokok golongan 3 gulung tikar.

APTI menentang simplifikasi ini karena bisa menyebabkan industri rokok hancur dan tentunya juga tidak bisa menyerap tembakau petani. 

Kebijakan cukai memperlihatkan tren kenaikan setiap tahunnya, dengan rata-rata kenaikan mencapai 10-11% dalam empat tahun terakhir.

Akibat kenaikan tersebut, banyak pabrik rokok kecil yang gulung tikar.

Pabrik rokok kecil tersebut banyak menghasilkan SKT. Tutupnya pabrik rokok itu pada gilirannya mengganggu serapan hasil petani tembakau.

Sepanjang yang diketahui Agus, petani tembakau sulit untuk berpindah dari tanaman tembakau ke tanaman lain.

Banyak diantara petani tembakau dalam APTI sudah menjalankan usahanya secara turun temurun. "Inilah yang membuat mereka sulit pindah," katanya.

Petani tembakau, lanjut Agus, juga berhadapan dengan pajak penjualan tembakau, seperti diatur dalam PP 46/2003.

Memang tarif pajak yang dibayarkan mengalami penurunan dari 1% menjadi 0,5%.

Namun, jumlah tarif tersebut tetap dirasakan berat apabila serapan tembakau mengalami penurunan akibat banyak produsen rokok yang gulung tikar. 

Karena itu, Agus meminta agar apapun aturan yang ditetapkan Pemerintah, hendaknya juga memperhatikan nasib petani tembakau yang menjadi anggota APTI.

Selain itu, Agus juga menyarankan agar 5 kementerian yang terkait dengan IHT secepatnya melakukan sinkronisasi regulasi agar nasib petani tembakau menjadi lebih jelas. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini