News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kemenperin Buka-bukaan soal Perpres Mobil Listrik

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memperhatikan kendaraan yang ditampilkan pada Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019 di ICE BSD Tangerang, Banten, Kamis (18/7).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah terus mempercepat pengembangan produksi mobil listrik di dalam negeri.

Akselerasi ini sesuai pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) terkait hal tersebut, dengan harapan para pelaku industri otomotif di Indonesia segera merancang dan membangun pengembangan mobil listrik.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan mengenai mobil listrik berkaitan erat dengan pengembangan ekosistem yang terkait dua hal.

Pertama, Perpres mobil listrik mengenai tentang percepatan, terdapat pembagian tugas-tugas bagi kementerian, antara lain penyediaan infrastruktur, research and development dan regulator.

Kemudian kedua, pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2013 yang terkait dengan sistem fiskal perpajakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang akan mengacu pada tingkat emisi kendaraan.

“Nantinya akan ada insentif, apabila full electric vehicle atau fuel cell dengan emisi nol, maka PPnBM-nya juga nol. Jadi, berbasis kepada emisi yang dikeluarkan. Mobil listrik akan jalan apabila insentifnya pun jalan. Karena saat ini, mobil listrik harganya 40% lebih mahal daripada mobil biasa,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, Kamis (8/8/2019).

Dalam revisi PP Nomor 41, dimasukkan juga roadmap (peta jalan) mengenai teknologi berbagai kendaraan berbasis listrik, termasuk untuk mengantisipasi teknologi kendaraan berbasis hidrogen atau fuel cell vehicle.

“Jadi keseluruhan perkembangan teknologi sudah diadopsi,” ujarnya.

Airlangga menuturkan, dalam Perpres terkait mobil listrik diatur juga Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang harus mencapai 35 persen pada tahun 2023. Hal itu juga memungkinkan upaya ekspor otomotif nasional ke Australia.

“Karena dalam Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), ada persyaratan 40 persen TKDN, sehingga kami sinkronkan dengan fasilitas yang ada,” terangnya.

Guna mendorong pengembangan industri mobil listrik Tanah Air, pada tahap awal, pemerintah akan memberikan kesempatan kepada para pelaku industri otomotif untuk mengimpor dalam bentuk Completely Built Unit (CBU). Namun, dalam tiga tahun, industri diwajibkan harus memenuhi peraturan TKDN.

Airlangga menyebutkan, kuota impor CBU mobil listrik bergantung kepada investasi dari principal (pemilik merek), Jadi, keringanan untuk impor hanya diberikan kepada pelaku industri yang sudah berkomitmen untuk melakukan investasi kendaraan listrik di Indonesia.

“Setidaknya saat ini ada tiga principal yang sudah menyatakan komitmennya berinvestasi untuk industri electric vehicle di Tanah Air. Para principal tersebut menargetkan mulai berinvestasi di dalam negeri pada 2022,” terangnya.

Dalam kesempatan yang berbeda, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto menyebutkan, beberapa produsen otomotif menegaskan akan mulai memboyong kendaraan listriknya ke Indonesia.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini