TRIBUNNEWS.COM - Sepertinya tak pernah bosan berulang kali menyampaikan pesan yang sama setiap kali bertemu dengan petani plasma binaannya agar tidak melepaskan kepemilikan lahan sawitnya kepihak lain.
“Lahan sawit ini adalah masa depan petani. Jangan sampai dijual ke pihak lain, hanya karena tergiur tawaran uang. Itu hanya enak sejenak, tapi ke depan tak punya harapan,” ujar Herman Teguh Wibowo, Regional Control (RC) PT Paramitra Internusa Pratama (PIP), PT PGM dan PT KPC di Semitau, Kapuas Hulu.
PT PIP, PT PGM, PT KPC merupakan anak perusahaan Sinarmas yang mengelola sedikitnya delapan kebun sawit di wilayah Semitau, Kapuas Hulu, yang terdiri dari 5 kebun inti dan tiga kebun plasma, dengan luas kebun seluruhnya mencapai 17.363 hektar.
PT PIP) memiliki 2 kebun inti yaitu TNKE dan BLNE dan 1 kebun plasma BLNA. Kemudian PT PGM, memiliki 2 kebun inti KHLE, dengan SBRE, dan 1 kebun plasma KHLA. Sedangkan untuk PT KPC memiliki 1 kebun inti MTNE dan 1 kebun plasma MTNA.
Menurut Herman, kebun kelapa sawit bisa memberikan kemajuan bagi masyarakat, baik secara ekonomi maupun pembangunan, jika tidak ada pelepasan lahan ke pihak lain.
Baca: ISPO, Strategi Ciamik Indonesia Melawan Kampanye Hitam Kelapa Sawit
Petani plasma di bawah PT PIP, PGM, maupun KPC dikelola sepenuhnya oleh perusahaan dan tanpa jangka waktu. Artinya kebun plasma itu akan terus dikelola oleh perusahaan.
Sementara petani dilibatkan untuk merawat tanaman sawit mereka dengan hitungan sebagai pekerja yang dibayar.
“Selama sawit ini belum bisa menghasilkan, petani tetap dapat penghasilan sebagai pekerja. Setelah tanaman sawit menghasilan, mereka mendapat dua sumber, yakni sebagai pekerja dan bagian sebagai pemilik tanaman,” jelas herman.
Dengan demikian, lanjutnya, kalau tidak ada pelepasan lahan, kesejahteraan petani semakin lama akan semakin makmur. Penghasilannya akan terus meningkat seiring dengan produktifitasnya tanaman sawit.
Apalagi kalau harga sawit ke depan semakin bagus, seiring dengan tekat pemerintah untuk terus melakukan tata kelola dengan baik, melawan kampanye hitam Eropa, dan upaya penyerapan lebih besar untuk kebutuhan dalam negeri, seperti untuk biodiesel.
Baca: Biodiesel Sawit Ramah Lingkungan, Tahun 2018 Mampu Kurangi Emisi 10,58 Juta Ton Co2 Eq
“Tapi kalau lahan kepemilikannya dilepas ke pihak lain, ya susah. Mereka tinggal dapat upah sebagai pekerja. Tidak dapat menikmati kemajuannya. Nantinya hanya akan jadi penonton. Ujungnya juga akan buruk bagi kami, mereka kurang semangat bekerja merawat kebunnya, karena sudah bukan miliknya lagi,’ katanya.
Untuk itu ia tak bosan-bosan selalu menyampaikan pesan itu kepada petani binaannya. “Bahkan diperusahaan tegas kami melarang karyawan membeli lahan dari petani. Sanksinya dikeluarkan. Ini sebagai salah satu cara untuk menjamin lahan petani tidak beralih ke pihak lain,” ujarnya.
Menurut perhitungan Herman, dengan berpatokan dengan harga sawit saat ini, petani sawit yang nanti sudah lunas dari beban angsuran kredit modal, akan bisa mengantongi keuntungan Rp 3 juta sampai Rp 4,5 juta per bulan per hektar.
“Jangan lihatnya sekarang, karena masih ada beban angsuran kredit modal dan tanaman sawitnya baru mulai berbuah. Kalau saat ini ya mungkin hanya dapat ratusan ribu.”
“Pertama tanaman sawit baru mulai berbuah, baru usia sekitar 3 tahun, hasilnya belum banyak. Kedua masih ada beban mengangsur kredit modal. Tapi nanti kalau kebun sudah nyampai puncak produksi dan tidak ada beban angsuran kredit,” katanya.
Baca: Nilai Strategis Biodiesel Sawit, dari Ekonomi, Mengurangi Gas Rumah Kaca, hingga Pertahanan Negara
Herman khawatir saat melihat hasil di awal ini akan membuat petani plasma gampang melepaskan lahannya ke pihak lain. Lebih tergiur oleh tawaran uang tunai yang cukup besar untuk melepasnnya.
Kodim, salah satu sesepuh dan ketua adat Desa Tua’ Abang di Dusun Nanga Bian, Kecamatan Semitau, Kapuas Hulu, mengungkapkan optimismenya terhadap kehadiran kebun kelapa sawit di daerahnya.
Kodim yang mengaku memili 6 hektar lahan yang ditanami sawit yakin masa depannya akan lebih bagus. “Kalau sekarang belum bisa banyak merasakan. Hasilnya dari bagi hasil masih sedikit. Kan, baru mulai berbuah dan harus dipotong angsuran kredit,” katanya.
Meskipun demikian, ia sudah dapat merasakan dampak signifikan dari kehadiran kebun sawit di wilayah desanya.
“Contoh sederhana saja, kalau dulu kami datang ke warung gak bawa duit, gak bakal dilayani. Karena memang tidak ada hasil yang dapat kami pakai untuk membayarnya nanti. Tapi sekarang, pasti dilayani karena kami pasti dapat duit bayaran dari kerja kami. Ada kepastian penghasilan sebagai pekerja di kebun. Kalau dulu, kami hanya bertani dan mencari ikan, yang belum tentu hasilnya,” jelas.
Perbaikan kondisi ekonomi warga ini, kata Kodim, yakin akan semakin membaik seiring denggan peningkatan hasil panen sawit dan berkurangnya beban angsuran kredit modal ke bank.
"Saya yakin akan semakin membaik. Buah semakin banyak, dan beban kredit nanti akan selesai. Semoga saja harga sawit terus membaik, bukan nyungsep seperti karet yang pernah kami alami," harapnya.
Merubah Etos Kerja Warga Lokal
Ismuhyar Effendi, Staff CEO PT Sinar Mas mengungkapkan, kebun kelapa sawit miliknya yang berada di Semitau Kapuas Hulu ini melibatkan 4.092 tenaga kerja. Dari jumlah itu, 60 persennya adalah pendatang.
“Untuk saat ini, persentase pekerjanya 60 persen pedatang. Pelan-pelan, pekerja yang pendatang kami kurangi. Mereka rata-rata pekerja kontrak. Jadi nanti setelah kontraknya selesai, sebagian tidak kita perpanjang,” jelasnya.
Menurut Ismuhyar, mendatangkan pekerja dari luar ini untuk tahap awal sangat diperlukan. Hal ini karena masyarakat lokal banyak yang belum terbiasa jadi pekerja. “Bukan malas ya, tapi belum terbiasa sebagai pekerja, yang tentu diikuti berbagai ketentuan, seperti jam kerja dan hari libur,” ungkapnya.
Masyarakat lokal yang sebelumnya banyak hidup bertani berpindah-pindah, tidak serta merta bisa diubah menjadi pekerja, yang banyak aturannya. “Seperti contoh jam kerja dan libur kerja. Mereka belum terbiasa diperintah dan diatur, kapan liburnya dan kapan kerjanya. Jadi ada yang libur sesukanya dan tidak mau diatur,” katanya.
Jadi, lanjut Ismuhyar, untuk merubah kebiasaan masyarakat tersebut perlu contoh, perlu kerja bareng dengan orang dari luar. Maka perusahaan menghadirkan tenaga-tenaga kerja dari luar daerah, yang sudah terbiasa dengan pola kerja sebagai pekerja.
“Mereka lama-lama akan terbiasa dengan pola dan aturan yang kita terapkan, karena ada teman-temannya. Mereka bisa meniru. Dan dalam beberapa tahun sudah kelihatan perubahannya, etos kerjanya terbentuk. Pelan-pelan kemudian kita kurangi pekerja dari luar daerah diganti dengan warga lokal,” jelasnya.
Mengentas Kemiskinan
Mengutip keterangan Direktur Eksekutif Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia (BPDP-KS) Dono Boestami, lebih dari 50 persen pemain di industri sawit adalah petani rakyat.
Karenanya, industri sawit ini membantu pengentasan kemiskinan di Indonesia. "Minyak sawit juga berkaitan erat dengan SDGs dan sustainability management. Lebih dari 50 persen pemain di industri sawit adalah petani rakyat, umumnya mid-low income yang mengontrol tidak lebih dari empat hektar kebun, terdiri dari masyarakat setempat dan transmigran," katanya.
Data dari BPDP-KS menunjukkan sejak 2000, industri sawit Indonesia telah menolong 10 juta orang keluar dari kemiskinan.
Dan sekitar 1,3 juta orang di perusahaan juga terangkat dari garis kemiskinan karena dampak langsung industri ini.
"Daerah dengan ekspansi kelapa sawit memiliki pengurangan kemiskinan yang lebih signifikan," imbuhnya.
Dono menuturkan sektor minyak sawit berkontribusi terhadap enam pencapaian SDGs di Indonesia. Sektor minyak sawit mendukung pengurangan kemiskinan dan ketidaksetaraan yang merupakan agenda SDGs nomor 1 dan 10.
Kemudian, sektor ini juga mendukung penyediaan makanan secara merata di daerah industri sawit. Hal ini juga merupakan agenda SDGs kedua dan ketiga.
"Sektor kelapa sawit juga mengembangkan energi terbarukan dan mereduksi emisi. Mendukung moratorium hutan utama dan mendukung managemen pencegahan kebakaran hutan. Ini masuk ke agenda SDGs nomor 13," terang Dono.
Dan tentunya, imbuh dia, sektor kelapa sawit berperan siginifikan dalam pertumbuhan ekonomi, menghasilkan jutaan pekerja dan menyimpan devisa.
Banyak Manfaat Minyak Sawit
Sebagai informasi dilansir dari laman bpdpd.or.id bahwa dalam satu sendok minyak kelapa sawit juga mengandung 2,17 mg vitamin E dan 1,1 mcg vitamin K.
Dalam vitamin E itu, terdapat delapan antioksidan yang berfungsi untuk melindungi kulit. Vitamin E yang ditemukan dalam minyak kelapa sawit berfungsi untuk menghambat “radikal bebas” yang merusak di kulit Anda.
Vitamin E juga membantu mencegah penyakit jantung dan kanker.
Sedangkan manfaat vitamin K yang terdapat dalam kandungan minyak ini berguna untuk menghindari potensi mudah mengalami memar di kulit.
National Institutes of Health (NIH), yang menyebut orang yang kekurangan vitamin K akan memiliki gejala mudah memar, perdarahan dan resistensi terhadap antibiotik.
American Palm Oil Council merilis data bahwa beta-karoten (turunan vitamin A) sebagai antioksidan utama karotenoid dari minyak kelapa sawit.
Warna kuning dalam minyak kelapa sawit disebut karotenoid oleh para ilmuwan dan merupakan indikasi yang baik dari sifat antioksidan. Beta-karoten bekerja untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan melindungi tubuh dari penyakit yang disebabkan oleh kerusakan sel. (sugiyarto)