TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Optima Prima Metal Sinergi Tbk (OPMS), perusahaan pioneer besi scrap kapal bekas terbesar di Indonesia, memantapkan langkah sebagai perusahaan pionir besi scrap kapal bekas terbesar di Indonesia dengan menggelar paparan public (Public Expose) dalam rangka Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum perdana saham. OPMS akan mengeluarkan 40% saham dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh.
Dana hasil IPO ini akan digunakan untuk memperkuat modal kerja dan mendukung strategi bisnis perseroan dalam jangka Panjang. Pencatatan atau listing perdana saham OPMS di Bursa Efek Indonesia (BEI) ditargetkan pada September 2019.
OPMS pun telah menunjuk PT Sinarmas Sekuritas sebagai Penjamin Pelaksana Emisi Efek IPO perseroan.
Direktur Utama OPMS Meilyna Widjaja mengatakan, melantainya perseroan di bursa menjadi upaya OPMS dalam memperkuat bisnis di bidang besi scrap yang mayoritas dari kapal bekas. Industri ini dinilai baru di Indonesia namun memiliki pangsa pasar yang besar.
“Kami bersyukur bidang usaha yang kami pilih yakni penjualan besi scrap dari hasil pemotongan kapal telah menunjukkan kinerja yang positif. Hal ini seiring dengan peningkatan kebutuhan besi baja di Indonesia. Karena itu, kami optimistis, IPO ini merupakan langkah yang paling tepat untuk memperbesar usaha kami sekaligus memperkenalkan secara luas akan industri besi scrap kepada industri besi baja di dalam negeri,” kata Meilyna dalam keterangannya.
Meilyna menjelaskan industri penunjang yaitu konstruksi dan manufaktur khususnya otomotif yang merupakan konsumen utama dari logam dasar terus bertumbuh.
Begitu juga pemerataan pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa seperti pembangunan infrastruktur transportasi (jalan tol, jembatan, bandara, pelabuhan), power plant, dan bendungan memberikan efek sangat baik bagi sektor logam.
“Kami berharap kehadiran OPMS dapat menjadi warna baru bagi pasar modal di Tanah Air. Dengan komitmen yang tinggi dalam menjalankan bisnis perusahaan, kami bersyukur dapat mengambil bagian terhadap pengadaan bahan baku besi baja di Indonesia. Dengan ini berarti kami meningkatkan efisiensi karena dapat mengurangi ketergantungan industri baja terhadap bahan baku impor di tengah proyek pembangunan infrastruktur dalam negeri yang tinggi,” tutur Meilyna.
Direktur Keuangan OPMS Alan Priyambodo Krisnamurti mengatakan secara fundamental bisnis perseroan terus mengalami peningkatan. Hingga April 2019 penjualan tercatat naik 44,2% menjadi Rp 35,2 miliar dari Rp 24,4 miliar pada April 2018. Laba bersih OPMS meningkat drastis menjadi Rp 2,13 miliar pada April 2019 dan total asset tercatat Rp 81,61 miliar.
Alan menambahkan peluang pasar di industri besi baja ini sangat besar yang tentunya akan mendukung pertumbuhan bisnis OPMS. Sektor industri pengolahan khususnya logam dasar selalu bertumbuh positif dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
Untuk tahun 2017 dan 2018 sektor ini bertumbuh 5,87% dan 8,99%. Industri peleburan besi baja di Indonesia terpusat di wilayah pulau Jawa dengan total kapasitas sebesar 12 juta ton. Untuk area Jawa Timur saja terdapat 12 perusahaan peleburan dengan total kapasitas sebesar 2,4 juta ton. Sepanjang 2019, OPMS menargetkan menjual 24 ribu ton besi scrap hasil pemotongan dari kapal-kapal bekas. Setahun OPMS memotong sebanyak 8 - 10 kapal bekas. Kapal bekas yang menjadi target merupakan kapal yang melebihi usia operasional dan tidak bisa diasuransikan lagi yakni kapal berusia diatas 25 tahun.