News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tambal Defisit BPJS Kesehatan, Sri Mulyani Usul Naikkan Iuran

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan memberikan usulan kenaikan pembayaran iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan, besaran kenaikan iuran tersebut mencapai 100 persen.

Artinya, peserta JKN kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp 160.000.

Kemudian untuk peserta JKN kelas II yang tadinya membayar Rp 110.000 dari yang sebelumnya Rp 51.000. Sementara, peserta kelas mandiri III dinaikkan Rp 16.500 dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp42 ribu per peserta.

Sebelumnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sempat mengusulkan adanya kenaikan iuran peserta kelas I menjadi Rp 120.000 sementara kelas II Rp 75.000 dan kelas III di angka yang sama untuk mengatasi masalah defisit yang telah melanda BPJS Kesehatan sejak tahun 2014.

"Kami mengusulkan kelas II dan kelas I jumlah yang diusulkan DJSN perlu dinaikkan. Pertama, itu untuk memberi sinyal yang ingin diberi pemerintah ke seluruh universal health coverage standard kelas III kalau mau naik kelas ada konsekuensi," ujar Sri Mulyani ketika melakukan rapat bersama dengan Komisi IX dan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Berpotensi Defisit Rp 32,8 Triliun

Sri Mulyani menjelaskan, jika jumlah iuran tidak dinaikkan, defisit BPJS Kesehatan yang tadinya diperkirakan mencapai Rp 32,8 triliun, dari yang sebelumnya Rp 28,3 triliun.

Perhitungan defisit tersebut sudah memperhitungan besaran defisit tahun lalu yang mencapai Rp 9,1 triliun.

"Apabila jumlah iuran tetap sama, peserta seperti ditargetkan, proyeksi manfaat maupun rawat inap dan jalan seperti yang dihitung, maka tahun ini akan defisit Rp 32,8 triliun, lebih besar dari Rp 28,3 triliun," ujar dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan, sebenarya terdapat opsi lain untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan, yaitu dengan menyuntikkan dana segar. Namun, dampak dari penyuntikan tersebut tidak akan berkelanjutan.

"Kalau untuk suntikan saja, misalnya ya Rp 10 triliun, akuntabilitasnya lemah. Makanya, harus ada perbaikan seluruhnya," ujar Sri Mulyani.

Untuk menambal defisit tersebut, pemerintah pun telah membayarkan iuran seluruh peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) sekaligus TNI, Polri dan ASN sepanjang tahun 2019 yang seharusnya dibayarkan setiap bulan.

Hingga saat ini pun, BPJS Kesehatan masih memiliki utang jatuh tempo lebih dari Rp 11 triliun.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini