Harga Jual eceran rokok semakin mahal, dan timbul potensi rokok ilegal masuk ke pasaran untuk mengisi rokok dengan harga yang lebih murah.
“Masalah lain dari penerapan simplifikasi adanya terbentuknya pasar rokok illegal yang mana adanya penggelapan pajak,” ucap Bayu.
Dari sisi persaingan usaha, Bayu menjelaskan bahwa wacana simplifikasi dan penggabungan disebut berpotensi akan mendorong ke arah oligopoli, ketika perusahaan yang terdampak oleh simplifikasi dan penggabungan terpaksa diakuisisi oleh perusahaan yang lebih besar.
“Simplifikasi cukai tembakau akan berakibat pada variasi harga produk tembakau semakin sedikit,” ucap Bayu.
Anggota Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo menambahkan bahwa simplifikasi cukai tembakau berpotensi diskriminatif atas prinsip-prinsip persaingan usaha. Ketika variasi harga berkurang, maka ada indikasi pasar terpusat di beberapa industri saja.
Hal ini memunculkan persaingan tidak sehat dengan memainkan perang harga untuk menjatuhkan industri lain.
“Jika ada kebijakan jumlah pabrikan berkurang itu lampu kuning bagi kami,” ucap Kodrat Wibowo.
Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Mogadishu Djati Ertanto mengatakan multiplier effect industri tembakau sangat besar baik kepada penjual retail, maupun 1 juta petani cengkeh dan 700 ribu petani tembakau, “Dampak industri ini sangat besar baik hulu maupun hilir industri,” ucapnya.
Mogadishu menambahkan, struktur cukai saat ini terdiri dari 10 layer sudah mengakomodasi berbagai industri tembakau, “Jika pabrik dipaksakan naik ke layer atas, belum tentu dapat pangsa pasarnya. Simplifikasi diibaratkan sebuah pabrik selalu bertanding di lapangan futsal, dengan adanya simplifikasi maka kita harus bertanding dengan pemain yang terbiasa di lapangan sepak bola yang lapangannya jauh lebih besar,” ucapnya.
Berdasarkan data Bea dan Cukai, kandungan setiap rokok pada SKM golongan 2 menggunakan tembakau dalam negeri 72%, cengkeh 22%, dan tembakau impor 6%. Tercatat pada 2018 (data Kementerian Pertanian), produksi tembakau lokal sebanyak 171,36 ribu ton, dan hampir seluruh produksi tembakau lokal terserap oleh industri tembakau dalam negeri.
Sedangkan, produksi cengkeh nasional pada tahun 2017 (data BPS) mencapai lebih dari 140 ribu ton menempatkan Indonesia adalah produsen cengkeh terbesar di dunia. Hampir 90% produksi cengkeh nasional diserap oleh industri dalam negeri sebagai bahan baku rokok kretek.
Peneliti Universitas Padjajaran Satria Wibawa mengatakan posisi Indonesia di FCTC adalah tidak menandatangani maupun meratifikasi meskipun merupakan salah satu dari para drafting members yang ikut menyusun draft FCTC tersebut.
“Indonesia punya aturan PP no 109 tahun 2012, jika Indonesia mendatangani FCTC maka akan banyak kepentingan asing yang mengontrol Indonesia dalam pengendalian produk tembakau,” ujarnya.
Satria menjelaskan posisi negara-negara lain pada FCTC. Amerika mendatangi FCTC tapi tidak meratifikasi FCTC, karena pabrik produk tembakau besar dunia ada di Amerika. Swiss tidak meratifikasi FCTC, yang mana Swiss adalah headquater bagi berbagai produsen tembakau.