Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Ilmu Ekonomi Universitas Padjadjaran, Bayu Kharisma mengatakan kenaikan cukai rokok disertai kenaikan harga jual produk rokok yang tinggi dapat berdampak pada minat beli konsumen.
“Akibatnya, konsumen akan beralih ke produk murah, seperti rokok ilegal yang tidak membayar cukai,” ujar Bayu saat dihubungi Tribunnews, Rabu (18/9/2019).
Hal ini menurut Bayu kebalikan dari tujuan pemerintah memperbesar target penerimaan negara dan menekan konsumen di bawah umur.
Baca: Direktur Bank BJB: Bisnis Bank Harus Dinamis
Baca: Organda Keberatan terhadap Kebijakan BPH Migas Soal Distribusi Solar, Ini Alasannya
Baca: Harga dan Spesifikasi Oppo A9 2020, Ponsel 4 Kamera dengan Harga Rp 4 Juta
“Yang malah terjadi nantinya adalah besarnya tax evasion atau penghindaran pajak, yang disebabkan maraknya peredaran rokok illegal,” tambahnya.
Ia mencontoh pemerintah Malaysia yang menaikkan cukai rokok terlalu tinggi dengan harga eceran rokok dengan rata-rata 4.11 Dollar AS.
Kebijakan pemerintah Malaysia justru membuat peredaran rokok ilegal semakin besar.
Berdasarkan data Oxford Economics, peredaran rokok illegal di Malaysia pada tahun 2017 sebesar 55,5 persen.
“Rokok illegal di Malaysia berasal dari Filipina, Indonesia, dan Vietnam. Potensi kehilangan penerimaan pemerintah Malaysia cukup tinggi sekitar 3,3 miliar dollar,” ujar Bayu lagi.
Kenaikan cukai juga akan menyebabkan turunnya volume produksi rokok seiring dengan beralihnya konsumen.
Dengan demikian, performa perusahaan rokok kian turun, dan kelangsungan dari jutaan pekerja yang bergantung pada industri ini akan terancam.