Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pemerintah akan menaikkan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan menyusul defisit puluhan triliun yang terjadi di lembaga ini pada 2019 ini.
Sebagian peserta BPJS Kesehatan ditengarai menunggak pembayaran menjadi salah satu penyebabnya.
“Jika dilakukan intervensi penyesuaian iuran maka akan mampu mengatasi kekurangan pembiayaan yang terjadi,” ungkap Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma’aruf kepada Tribunnews.com, Jumat (20/9/2019).
Sebelumnya Anggota Dewan DJSN, Ahmad Ansyori menjelaskan defisit BPJS Kesehatan setiap tahunnya terus bertambah.
Hingga akhir 2019 besaran defisit diperkirakan mencapai Rp 28 triliun. Namun jika iuran dinaikkan, diprediksikan pada 2021 sudah tidak mengalami defisit lagi.
Baca: Jenderal Negosiator Perdamaian Ini Disebut-sebut Calon Menhan di Kabinet Jokowi II
“Surplus 4,8 triliun untuk 2021, setahun dijalankan preminya pada 2020 bisa sudah tidak defisit karena biaya per bulan meningkat atau yang disebut cost per member per month,” kata Ahmad Ansyori beberapa waktu lalu.
Soal besaran iuran dipastikan disesuaikan dengan kemampuan masyarakat (ATP) agar jangan sampai masyarakat menunggak membayar, kemudian terjadi hutang lagi dan fungsi BPJS tidak berjalan.
“Tetap ada kewajiban bayar BPJS Kesehatan yang jangan menjadi terlambat,” kata Ahmad Ansyori.
Kenaikan iuran untuk setiap kategori peserta nantinya akan berbeda. Usulannya, untuk peserta mandiri kelas 1 naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 120 ribu per bulan, peserta kelas 2 naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 80 ribu, dan peserta kelas 3 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu per bulan.