Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Pemerintah memindahkan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur menuai kritik pengamat ekonomi.
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, dengan kondisi ekonomi dunia yang terancam oleh resesi global akan membuat Pemerintah sulit merealisasikan rencana tersebut.
Rencana pemerintah menerapkan teknologi terkini smart city di ibu kota negara yang akan dibangun di Kalimantan Timur juga dipastian akan memerlukan anggaran yang tidak sedikit dan itu bisa menambah beban pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Ya itu tantangan beratnya, jadi seakan pemerintah tidak punya sense of crisis. Di tengah gejolak pelambatan ekonomi global, pemindahan ibu kota yang dipaksakan akan menambah beban berat APBN dan BUMN," ujar Bhima dalam pesan singkatnya kepada Tribunnews, Rabu (16/10/2019).
Peringatan lembaga internasional
Bhima mengingatkan Pemerintah Indonesia sebenarnya telah mendapatkan peringatan dari lembaga internasional bahwa keputusan memindahkan ibu kota bukan hal yang tepat di tengah melesunya ekonomi global.
"Lembaga internasional kan sudah mengingatkan bahwa outlook pertumbuhan Indonesia akan slowdown, tapi pemerintah tetap memaksa pindah," kata Bhima.
Baca: UU Hasil Revisi Berlaku, Bisakah KPK Tetap Jalankan Tugas Pemberantasan Korupsi?
Bhima menambahkan, jika pemerintah melibatkan sektor swasta pun dalam rencana pembangunan calon ibu kota negara yang baru, dia tidak yakin bahwa sektor swasta berminat untuk ambil bagian.
Karena menurutnya, swasta saat ini tengah menahan diri untuk tidak mengambil langkah 'gegabah' di tengah resesi global.
Baca: Warga Demak Heboh oleh Kemunculan Sumur Tiban yang Mendadak Keluarkan Air di Musim Kemarau
"Sementara jika pembiayaan pembangunan andalkan swasta, belum tentu tertarik, karena swasta sedang menahan diri untuk ekspansi," jelas Bhima.
Sebelumnya, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro menyebut bahwa APBN hanya menyumbang sebagian kecil pembiayaan dalam proses konstruksi fisik pembangunan ibu kota negara yang baru.
Bambang menyatakan ini saat menjadi keynote speaker di acara 'Youth Talks: Yuk Pindah Ibu Kota' di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2019).
"Kalau (pakai dana) dari APBN itu kecil, paling sekitar 19,2 % dari total dana yang dibutuhkan," kata Bambang atau senilai Rp 93,5 triliun dari total dana yang dibutuhkan dalam pemindahan ibu kota negara.
Bappenas memproyeksikan pembangunan ibu kota negara yang baru ditargetkan rampung pada awal tahun 2024 dan konstruksinya baru akan dimulai pada 2021 mendatang.
Bambang menyatakan, kementerian dan lembaga pemerintah memiliki keleluasaan dalam pemberian ide serta pandangan terkait rencana itu.
"Jika lembaga dan kementerian lain memiliki hasil penelitian, inovasi yang bagus untuk diterapkan di kota baru seperti transportasi, energi baru, ini kita terbuka sekali," kata Bambang.
Pihaknya juga akan melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk berkontribusi dalam aspek teknologi.
"BPPT ditunjuk menjadi tim koordinasi strategis yang berfokus pada perencanaan wilayah, tata ruang dan pertanahan," kata Hammam Riza, Kepala BPPT.
Hammam menyatakan pihaknya siap mendukung penuh rencana tersebut.
Hammam menekankan dukungan pihaknua tidak hanya dikerahkan pada satu bidang saja, namun juga terhadap banyak sektor yang dapat disentuh oleh inovasi dan teknologi yang dimiliki lembaga tersebut.
Satu diantara banyak inovasi yang akan diterapkan dalam proses pembangunan itu adalah yang terkait bidang lingkungan hidup dan kebencanaan seperti teknologi Early Warning System.
"Jadi kami memberi rekomendasi juga agar di ibu kota baru ini dapat memanfaatkan teknologi dalam setiap aspek kebencanaan, baik dari sisi mitigasi, saat bencana, hingga paska bencana seperti evakuasi, dan lain-lain," jelas Hammam.
Pihaknya akan merekomendasikan penerapan teknologi masa depan yang sesuai dengan karakter kota tersebut.
"BPPT akan berkontribusi memberikan rekomendasi penerapan teknologi masa depan yang tepat untuk sebuah kota seperti teknologi pengelolaan sampah, air, energi, IT, transportasi, dan lainnya," ujarnya.