TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permintaan pasar domestik terhadap komoditi kacang hijau saat ini terus meningkat. Guru Besar Fakultas dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Muhammad Firdaus mengatakan permintaan tersebut tidak hanya datang dari kebutuhan konsumsi rumah tangga.
Kebutuhan yang tinggi juga datang dari sektor industri sebagai bahan baku makanan dan minuman (mamin) yang di 2018 tumbuh 7,91 persen, atau di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,71 persen.
Namun, produksi kacang hijau nasional masih belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan yang ada. Produksi kacang hijau nasional selama 2008-2018 justru cenderung turun.
Di 2018, produksi kacang hijau nasional mencapai 235.000 ton, sementara kebutuhannya mencapai 304.000 ton atau turun 2,11 persen.
“Sejak dua tahun terakhir, Indonesia mengimpor kacang hijau ,untuk memenuhi permintaan domestik ,”ujar Firdaus dalam Focus Group of Dialog (FGD) Potret Kebutuhan dan Pasokan Kacang Hijau Untuk Kebutuhan Industri SDM Unggul di Jakarta, Selasa (12/11/2019)
Impor dari Myanmar dan Filipina
Firdaus menjelaskan, Myanmar dan Ethopia menjadi dua negara importir kacang hijau terbesar ke Indonesia. Namun menurutnya hal itu adalah wajar karena tekstur dan rasa tertentu dari kacang hijau dua negara tersebut memang dibutuhkan industri mamin.
Indonesia juga mengekspornya mulai bulan September. Bahkan tercatat sebagai sembilan besar negara eksportir kacang hijau. Dengan volume ekspor tahun 2018 tercatat sebesar 32.269 ton atau 2,9% dari total permintaan dunia.
Permintaan yang konsisten datang dari empat negara selama empat tahun terakhir ini yakni Philipina, Cina, Taiwan dan Vietnam.
Komoditi ini juga menyasar pasar ke Australia, Brasil, India hingga Amerika Serikat. Peluang pasar kacang hijau di pasar internasional terus bertumbuh. Selain harganya di pasar global tidak terlalu sensitif.
Produktivitas petani kacang hijau saat ini sekitar 5 ton per hektar. “Secara gizi bagus, bisa ditanam di lahan marginal, bisa diekspor, permintaannya tinggi dan memberikan pendapatan cukup signifikan," ujarnya.
Demi memastikan ketersediaan benih berkualitas dan berkesinambungan, Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (BPATP) memberikan lisensi non ekslusif kepada PT Eeast West Seed (Ewindo) untuk mengembangkan varietas VIMA 1.
Kepala Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Badan Litbang Kementan Yuliantoro Baliadi mengatakan provitas VIMA 1 menghasilkan 2 ton per hektare (ha), melebihi benih konvesional sebesar 1,3 per ha.
Lisensi benih diberikan kepada Ewindo sejak akhir tahun 2018 .Malah, provitas benih VIMA 3 mencapai 2,7 ton per ha Padahal ,petani hanya menghamparkan benih tanpa dilanjuti pemupukan.