Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Politikus Golkar Ace Hasan Syadzily menilai mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tepat untuk menjadi direksi atau komisaris BUMN, khususnya di Pertamina atau PLN.
Namun akan jauh lebih tepat menurut Anggota DPR RI ini, Ahok menjadi pimpinan di PT Pertamina (Persero).
“Tapi kalau ingin menjadikan Pertamina berkelas dunia seperti Petronas dan lain-lain, menurut saya patut dicoba pak Ahok di Pertamina,” ujar Ketua DPP Golkar ini di kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/11/2019).
Menurutnya, Ahok memiliki kemampuan untuk memimpin dan mengelola BUMN.
Pengalamannya selama ini menjadi anggota DPR, Bupati dan Gubernur DKI Jakarta, menurut dia, menambah keyakinan Ahok akan mampu membawa Pertamina menjadi bersinar di kancah internasional.
“BUMN itu kan soal manajemen atau pengelolaan. Saya kira pak Ahok punya pengalaman dan kemampuan yang sangat mumpuni dalam mamanage dan mengelola BUMN-BUMN yang memang selama ini dinilai belum memberikan kontribusi yang cukup dalam menggerakkan ekonomi negara,” ujarnya.
Terkait latar belakangnya yang pernah dipenjara, Ace melihat kasus yang menjerat Ahok bukanlah kasus korupsi atau maladministrasi. Karena itu, imbuh dia, Ahok masih bisa untuk menjadi pimpinan BUMN.
“Harus dibedakan kasus penjaranya Ahok kan bukan soal korupsi atau maladministrasi. Jadi menurut saya, Pak Ahok layak ditempatkan di BUMN,” tegasnya.
Ia juga meminta Ahok untuk mundur dari PDI Perjuangan, jika ingin menjadi pejabat BUMN. Karena secara ketentuan perundang-undangan pejabat di BUMN, harus bebas dari partai politik.
“Itu penting karena direksi BUMN harus mundur dari kepartaian,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan memimpin perusahaan BUMN.
Namun, kabar tersebut disoroti beberapa pihak lantaran status Ahok yang merupakan mantan napi.
Wakil Ketua Umum Demokrat Syarief Hasan menilai dalam mengangkat pejabat negara banyak kriteria yang harus diperhatikan.
Menurutnya faktor integritas dan perilaku atau behavior penting untuk diutamakan.
"Salah satunya menyangkut masalah integritas, behavior juga merupakan pertimbangan. Sekalipun ini wewenang eksekutif, tentunya banyak hal yang harus dipertimbangkan," kata Syarief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (14/11/2019).
Syarief mencontohkan Komisi Pemilihan Umum yang memperhatikan keinginan masyarakat dalam menyelenggarakan Pemilu. KPU melarang eks Narapidan koruptor maju sebagai Caleg. Seharusnya dalam menarik orang bergabung dengan perusahaan negara juga memperhatikan hal hal tersebut.
"Kalau saja Pilkada diberlakukan demikian, itu menjadi contoh bahwa KPU sangat memperhatikan faktor-faktor yang mendapatkan perhatian dari masyarakat," kata dia.