TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) telah menjadi penyakit menahun di Indonesia.
Kerap penyelesaian persoalan ini tidak disarkan pada bukti ilimiah melainkan berdasarkan asumsi atau tekanan kelompok tertentu dan LSM yang merugikan pihak-pihak tertentu.
Karena itu, pembuktian kebakaran hutan berdasarkan bukti ilmiah atau scientific evidece perlu dipertimbangkan agar memberikan rasa keadilan bagi semua pihak.
Baca: Kembali Alami Kebakaran Kebakaran Hutan, Semua Jalur Pendakian Gunung Lawu Ditutup
Baca: KLHK Sepakat Tingkatkan Sinergi dengan Polri Tangani Karhutla
Baca: Komisi IV DPR RI Dorong Pemerintah Cari Terobosan Cegah Karhutla di 2020
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdalifah Mahmud, mengatakan, pemerintah setuju bila penegakan hukum dalam penyelesaian kasus karhutla, namun penyelesaiannya di persidangan tetap harus melalui bukti ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.
Menurut Musdalifah, scientific evidence sangat penting sebagai dasar penyelesaian sengketa kahutla agar putusan hukumnya punya rasa keadilan.
"Selama bertahun-tahun, penyelesaian karhutla hanya sepihak yakni menggiring opini bahwa perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri sebagai penyebab utama karhutla,” kata Musdalifah dalam The 2nd International Conference on Natural Resources Environmental Conservation bertema Industrial Forest and Oil Palm Plantation Fire, Impacts and valuation of the Environmental Losses, di Bogor Jumat (29/11).
Menurut Musdalifah, karhutla di Indonesia tidak terkait dengan pembukaan lahan sawit.
Selain faktor manusia, bencana alam seperti el Nino serta peran dari tanggung jawab pengelola kawasan menjadi penting dalam penanganan karhutla.
Musdalifah mengusulkan agar penyelesaian karhutla bisa diprioritaskan pada deteksi dini (early warning) dan pencegahan. Kalau melihat polanya, umumnya karhutla terjadi dalam 3-4 bulan dalam setahun.
Direktur Penegakan Hukum Pidana Ditjen Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Yazid Nurhuda mengatakan, pentingnya pembuktian ilmiah menjadi dasar dan bukti hukum dalam konteks beracara di pengadilan agar menjadi solusi dalam penyelesaian karhutla di Indonesia. Karena itu, peran dari para saksi ahli yakni para akademisi menjadi sangat penting.
“Berdasarkan sampel hasil uji laboratorium, saksi ahli akan menetapkan scientific evidence menjadi legal evidence melalui surat keterangan saksi ahli. Hal ini akan menjamin kepastian hukum,” ujar dia.
Wakil Rektor IPB Agus Purwito mengingatkan perlunya kajian berbasis data ilmiah untuk menyelesaikan kasus kebakaran hutan di Indonesia.
“Kajian ilmiah diperlukan agar berbagai persoalan yang jadi penyebab kebakaran bisa diselesaikan. Pasalnya, karhutla di Indonesia tidak hanya merugikan dari sisi investasi, tetapi banyak hal seperti kesehatan manusia dan hubungan antara negara.”
Bangun Pemahaman Indonesia