Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Official announcement atau pengumuman resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait hasil pemeriksaan atas Asuransi Jiwasraya molor dua jam dari jadwal yang diumumkan sebelumnya, yakni dari pukul 12.00 WIB menjadi sekitar pukul 14.00 WIB.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, pihaknya butuh waktu untuk mengumumkan kasus yang tahun 2019 lalu diduga merugikan negara hingga Rp 13,7 triliun ini.
Secara keseluruhan pihaknya meminta waktu 2 bulan lagi untuk mengungkap kasus Jiwasraya secara tuntas.
"Tahap pertama karena serinya ada banyak mungkin memakan waktu. Tahap pertama dalam waktu singkat tahap yakni 2 sampai 2 setengah bulan diselesaikan penegak hukum," ujar dia di kantornya, Jakarta, Rabu (8/1/2020).
Agung mengungkapkan, dalam periode 2010 hingga 2019, BPK telah dua kali melakukan pemeriksaan atas Jiwasraya pada 2016 dan 2018.
"Pemeriksaan dengan tujuan tertentu tahun 2016 dan investigatif pendahuluan tahun 2018. Kemudian, pada 2019 juga ada permintaan dari DPR," katanya.
Dalam pemeriksaan tersebut, ada 16 temuan BPK terkait pengelolaan bisnis investasi Jiwasraya tahun 2014 dan 2015 di saham-saham tidak bagus.
"Investasi di TRIO, SUGI, LCGP tidak didukung kajian penempatan saham memadai. Selain itu ada risiko gagal bayar beli medium term notes (MTN) dari MYRX," ujar Agung.
Rekayasa sejak 2006
BPK menyatakan, manajemen Asuransi Jiwasraya mulai melakukan rekayasa laporan keuangan sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, persoalan Jiwasraya sudah terjadi sejak 2006. Saat BUMN ini mengklaim mendapatkan keuntungan.
"Sejak tahun 2018 lakukan pemeriksaan investigasi pendahuluan, permasalahan PT AJS sudah terjadi sejak lama. Sejak 2006 membukukan laba meski laba semu dari rekayasa akuntansi atau window dressing," ujar dia di kantornya, Rabu (8/1/2020).
Satu dekade kemudian, Agung mengungkapkan, Jiwasraya kembali mengaku untung, namun lagi-lagi dengan pengecualian yakni opini tidak wajar.