"Gara-gara kegatelan bermain saham, saya dikasih pekerjaan oleh bapak saya. Saya pernah disuruh mengurusi Keris Gallery (Keris Gallery Department Store). Disuruh ngurusin pertanian, juga pernah. Disuruh dagang semen sampai ke Timor Timor, pernah. Bangun rumah, pernah. Bikin pom bensin, pernah. Bebasin tanah, pernah. Jadi pengalaman saya sudah macam-macam," katanya kepada Kontan.
Namun, meski diberi berbagai pekerjaan oleh ayahnya, Benny tetap bermain saham.
Dengan mengendarai PT Hanson International Tbk (MYRX), Benny merambah bisnis properti residensial di pinggir Barat Jakarta.
Sebagai catatan, perusahaan yang berkantor di Mayapada Tower 1 lantai 21 Jalan Jenderal Sudirman itu mencatatkan saham perdana pada 31 Oktober 1990.
Kebutuhan lahan bagi ekspansi pabrik Batik Keris, menjadi awal perkenalan keluarga besar Benny pada bisnis properti.
Proyek perumahan Solo Baru menjadi master piece dan tonggak sejarah kemunculan Batik Keris saat itu.
Karakter Benny yang berani mengambil resiko (take risk), di mata sang ayah tampak tepat menggeluti bisnis properti.
Dan memang, insting Handoko Tjokrosaputro terhadap anak sulungnya terebut kemudian terbukti.
Terseret Jiwasraya dan Asabri
Dikutip dari Kompas.com, dalam kasus Jiwasraya, Benny Tjokro juga jadi salah satu saksi yang dipanggil Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penyelidikan hingga kemudian dijadikan tersangka.
Perusahaan Benny, PT Hanson International Tbk (MYRX) diduga menampung dana dari Jiwasraya.
Tak hanya Jiwasaraya, dalam kasus kerugian Asabri, nama PT Hanson Internasional maupun Benny Tjokro juga terseret.
Asabri diketahui menempatkan dananya besar di perusahaan yang berkantor di Mayapada Tower, Jalan Sudirman, Jakarta itu.
Dilihat Kompas.com dari laman keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Asabri memiliki persentase saham besar di Hanson Internasional dengan share 5,401 persen dengan jumlah 4.682.557.200 saham.