Hal itu ternyata sangat berkesan di hati mereka. Makanya, saat ini, agen tidak kesulitan ketika berkisah tentang pentingnya proteksi bagi keluarga.
Magi Maya, salah satu agen Manulife mengakui, kunjungan masyarakat ke kantor Manulife bertambah sekitar 20 persen dari sebelum terjadi tragedi gempa bumi.
“Walaupun memang banyak dari mereka belum bersedia membeli polis karena memang perekonomian masih belum mendukung. Tetapi setidaknya, dengan mereka datang saja itu sudah cukup bagus bagi kami,” ujar dia.
Tak hanya itu, kepedulian Manulife terhadap para agen juga membuat jumlah agen bertambah yang sebelumnya hanya 79 orang, kini menjadi sekitar 90 orang. Adi G Yusuf, nasabah Manulife asal Palu mengisahkan, kedua orangtuanya, beserta empat pegawai, dan satu pengunjung tewas saat bangunan restoran “Dunia Baru” milik keluarga Adi runtuh.
Ia selamat karena ketika itu berada di lantai dua. Tak lama setelah kejadian, pihak Manulife datang dan mengurus proses pencairan asuransi.
“Kami diberitahu bahwa semua dipermudah pengurusan pencairan dan semacamnya, termasuk dokumen-dokumennya. Jujur, kami tenang. Apalagi habis gempa, kami butuh dana tambahan, soalnya apa-apa serba mahal, dan tidak bisa membuka rekening dan segala macam. Ternyata penanganan Manulife cepat, sekitar dua minggu, sudah cair,” kisah Adi yang mengaku memperoleh dana sekitar Rp 550 juta dari Manulife untuk dua polis yang dimiliki mendiang ibunya.
Hal senada dikatakan Sufiaty Sonrang, pensiunan pegawai Pemprov Sulteng yang suaminya, Suparman Hasan, tewas tertimpa pagar beton saat gempa terjadi. Saat gempa, ia mengungsi ke Makassar. Baru lima hari di Makassar, ia dihubungi pihak Manulife yang ingin memproses pencairan untuk klaim polis suaminya.
“Semuanya serba cepat dan mudah, dokumennya pun sederhana, cukup surat kematian dan kartu keluarga, karena memang Manulife memahami, saat tragedi, pasti banyak keluarga yang kesulitan dengan barang-barang serta dokumen milik mereka,” papar Sufiaty.
Ia menjelaskan, semua proses dibantu pihak Manulife. Semuanya tidak ada yang dipersulit. Hanya lima hari kerja, ternyata sudah cair. “Jumlahnya membuat kami kaget, karena mencapai Rp 600 juta. Jelas itu sangat membantu, apalagi saya hanya pensiunan,” kenang Sufiaty.
Tidak hanya itu, ia juga mendapat fasilitas dibebaskan dalam membayar premi selama satu tahun. Pihak Manulife yang membayar preminya itu. Sejak kejadian tersebut, baik Adi maupun Sufiaty mulai sadar pentingnya asuransi bagi masyarakat Indonesia. Apalagi, tragedi tidak bisa diketahui kapan akan terjadi.
“Sebaiknya kita semua punya asuransi. Kita tidak tahu tiba-tiba dibutuhkan, karena itu sangat berguna. Awalnya saya termasuk orang yang tidak percaya sama asuransi. Dengan kejadian seperti ini, saya semakin paham sebaiknya tiap keluarga memiliki asuransi. Soalnya kita tidak tahu kapan terjadi tragedi, kecelakaan, dan kematian,” ujar Adi.
Berdasarkan pengalaman itulah yang membuat saat ini Sufiaty berniat bergabung menjadi agen Manulife. Menurut dia, pentingnya membangun pemahaman pentingnya memiliki proteksi perlu terus digaungkan kepada masyarakat Indonesia.
Pada kesempatan terpisah, Direktur dan Chief Marketing Officer Manulife Indonesia Novita Rumgangun menjelaskan, pihaknya memahami kebutuhan solusi perencanaan keuangan keluarga Indonesia yang beragam, termasuk kebutuhan nasabah yang mengalami musibah bencana alam.
Menurut dia, nasabah tidak perlu khawatir akan dipersulit dalam mengajukan klaim. Terbukti hingga November 2019 (unaudited), Manulife Indonesia telah membayarkan klaim sebesar Rp 5,3 triliun atau setara Rp 15 miliar per hari atau Rp 608 juta per jam.