News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Belajar dari Kegagalan WeWork, Saatnya Startup Hentikan Strategi Bakar Uang

Penulis: Fajar Anjungroso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Rudiantara menjelaskan optimisme ekonomi digital di Indonesia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Strategi bakar uang yang identik dilakukan perusahaan rintisian berbasis teknologi alias startup sebaiknya ditinjau ulang.

Business Development Advisor Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero menyarankan agar manajemen perusahaan dan termasuk para mitra terkait mulai harus berpikir keberlangsungan usaha secara jangka panjang.

”Tiap entitas punya kekuatan dan nafas masing-masing. Tapi saatnya berpikir bahwa situasi (bakar uang) akan jadi zero-sum game (satu pihak rugi, pihak lain untung). Harus berakhir,” ujarnya saat menghadiri paparan hasil penelitian Ipsos: ‘Evolusi Dompet Digital: Strategi Menang Tanpa Bakar Uang’ di hotel JW Marriott, Jakarta, Rabu (12/02).

Meski mendapat kucuran dana dari investor, sambung Poltak, tetap saja harus menjalankan praktik tata kelola yang baik.

”Semua ini masalah sustainability (keberlanjutan). Startup tidak bisa kayak koboy. Semakin ke sini harus semakin perhatikan GCG (Good Corporate Governance/tata kelola yang baik)” sarannya.

Baca: Daftar Peringkat Valuasi Startup di Indonesia, Gojek di Posisi Nomor Wahid

Hanya dengan GCG, lanjut Poltak, sebuah perusahaan termasuk startup bisa berkelanjutan. Bertahan dan terus berkembang dalam jangka panjang.

”Ini (GCG) juga yang menjadi pegangan investor,” imbuhnya.

Menghentikan praktik bakar uang bukan sekadar menyelamatkan perusahaan dan para pihak terlibat di dalamnya tetapi juga menyelamatkan industri.

Salah satunya untuk mulai mengetahui kebutuhan konsumen secara riil.

”Jadi untuk mengetahui kebutuhan konsumen sebenarnya seperti apa. Bukan konsumen yang menggunakan karena ada promo saja karena kesannya jadi mengada-ada. Promo boleh saja dilakukan tetapi bukan yang terus-terusan,” paparnya.

Poltak menambahkan, selama masih terdistorsi oleh promo hasil aksi bakar uang maka tidak akan pernah ada gambaran sesungguhnya dari para pengguna produk atau jasa perusahaan.

”Silakan bakar duit tapi apa anda yakin bisa dapat gambaran yang riil dan spesifik?” lanjut dia.

Poltak mencontohkan kasus  startup co-working space, WeWork dan investornya SoftBank harus menerima kegagalan karena terlalu banyak bakar uang.

Imbasnya adalah gagal masuk bursa saham (IPO). ”Kita bisa lihat dalam prospektus WeWork waktu mau IPO itu banyak hal tidak sustainability dan benturan kepentingan,” ucap Poltak.

Analis menilai model bisnis bakar uang seperti dilakukan WeWork yang merupakan startup asal Amerika Serikat itu tidak selalu bagus untuk masa depan perusahaan.

Data Crunchbase mencatat, SoftBank telah menyuntik dana ke WeWork hingga USD 10,4 miliar. Investasi terakhir dari SoftBank mencapai USD 2 miliar. Sekitar USD 700 juta atau setara hampir Rp10 triliun per kuartalnya digunakan untuk promosi dengan model bakar uang.

Setelah kegagalan IPO tersebut, WeWork diisukan menghadapi risiko bankrupt (bangkrut).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini