Sebaliknya, lanjut Johny, jika masyarakat tidak beralih ke rokok elektrik, masyarakat akan mencari rokok yang lebih murah.
Rokok illegal sasaran mereka. Karena illegal mereka tidak menggunakan cukai. Karena tidak menggunakan pita cukai, pemerintah tidak mendapatkan apapun.
“Jika masyarakat beralih pada konsumsi rokok illegal atau rokok elektrik, maka akan merugikan semuanya. Pemerintah rugi. Industri rokok nasional juga rugi. Demikian juga petani dan buruh industri hasil tembakau mengalami kerugian," katanya.
Karena itu, dia menyarankan pemerintah khususnya kementrian keuangan, harus hati hati dalam mengambil kebijakan di bidang cukai rokok. Industri rokok itu jangan dimusuhi.
"Tapi dirangkul dan diajak bicara. Karena industri rokok itu mitra pemerintah dan juga mitra masyarakat karena sudah memberikan banyak pemasukan kepada pemerintah. Juga membuka lapangan pekerjaan yang luas kepada masyarakat,” papar Johni.
Untuk itu, Johni berharap di tahun tahun mendatang, pemerintah khususnya kementrian keuangan tidak lagi membuat kebijakan yang sangat merugikan dan memberatkan masyarakat industri hasil tembakau. Yakni menaikan cukai rokok dan harga juak eceran yang sangat tinggi.
“Kkarena itu, kami berharap pemerintah tidak lagi menaikan cukai dan HJE Rokok di tahun 2020. Sebab, keijakan pemerintah menaikan cukai dan HJE masing masing sebesar 23 dan 35 persen itu adalah untuk tahun 2020. Nah kami berharap, Tahun 2020 ini tidak ada lagi kenaikan cukai, “ tegas Johni SH.
Menurut Johni, jika pemerintah ingin menaikkan cukai rokok, setidaknya itu dilakukan di tahun 2021 atau di tahun 2022.
Besaran kenaikannya tidak melebihi angka inflasi. Paling banyak 10 persen. Bukan seperti tahun 2019 – 2020 kenaikannya mencapai 23 persen.
“Kami berharap kejadian di akhir tahun 2019 lalu tidak terulang. Kenaikannya sangat memberatkan kami sebagai pelaku usaha di bidang industri hasil tembakau. Kenaikannya jangan melebihi angka inflasi,” ujarnya.