TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia berpotensi mengembalikan produksi minyak ke level 1 jutaan barel per hari (BOPD) melalui kegiatan eksplorasi yang masif kendati saat ini produksi masih di bawah 725 ribu BOPD karena masih banyaknya potensi cadangan.
Dari 128 cekungan (basins), baru 54 cekungan yang sudah melalui eksplorasi dan eksploitasi dengan reserves 3,2 billion barrel oil dan gas 100 TCF.
“Masih ada 70-an cekungan yang belum dikelola. Penemuan baru akan mengubah sumber daya alam menjadi cadangan bertambah di kemudian hari. Kalau cadangan tidak ditemukan kita akan mengalami penurunan sumber daya migas cukup siginifikan dibandingkan kebutuhannya,” ujar Ketua Komite Tetap Energi Migas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Firlie H Ganinduto, dalam keterangan tertulis, Jumat (20/3/2020).
Baca: Masyarakat Bandel Tak Patuh Lockdown, Pemerintah Malaysia Memutuskan untuk Menurunkan Tentara
Baca: Disebut-sebut Bisa Jadi Obat Untuk Covid-19, Pohon Kina Kini Langka di Bandung
Berdasarkan data SKK Migas, saat ini terdapat 10 wilayah yang berpotensi memiliki cadangan cukup besar (giant discovery) antara lain di Sumatera Utara (Mesozoic Play), Sumatera Tengah (Basin Center), Sumatera Selatan (Fractured Basement Play), Northern Papua (Plio-Pleistocene & Miocene Sandtone Play), Bird Body Papua (Jurassic Sandstone Play), dan Warim Papua.
“KKKS (kontraktor kontrak kerja sama) harus melakukan kegiatan eksplorasi demi menambah cadangan dan mengganti minyak dan gas yang telah diproduksikan. Saya melihat PT Pertamina EP salah satu yang konsisten melakukan eksplorasi di tengah penurunan harga minyak sejak beberapa tahun terakhir,” ujarnya.
Baca: Apa Kabar Wuhan China? Media Sebut Nol Kasus dalam 2 Hari, Persiapan Sekolah
Baca: Garuda Masih Terbangi Rute ke Australia dan Belanda
Selama tiga tahun terakhir, Pertamina EP (PEP) yang merupakan KKKS di bawah pengawasan SKK Migas, telah mengeluarkan anggaran sebesar 494 juta dolar AS atau sekitar Rp 6,87 triliun (kurs rata-rata Rp13.925 per dolar AS) untuk kegiatan eksplorasi.
Dana itu dialokasikan untuk pemboran 26 sumur (wildcat dan appraisal), survei seismik 2D sepanjang 2.508 km, dan survei seismik 3D seluas 1.367 kilometer persegi sepanjang 2017-2019.
Dari aktivitas tersebut, Pertamina EP berhasil menemukan sumber daya 2C. Pada 2017 ditemukan sumber daya 2C setara 64 MMBOE, naik menjadi 71 MMBOE pada 2018, dan melonjak lagi menjadi 103 MMBOE pada 2019. Tahun ini, temuan sumber daya 2C diproyeksikan 106 MMBOE dengan alokasi anggaran investasi dan operasi eksplorasi sebesar 112 juta dolar AS.
Agar kegiatan eksplorasi makin masif, Firlie berharap, pemerintah dan SKK Migas memberikan insentif kepada KKKS. Salah satunya insentif fiskal berupa pembebasan pajak saat eksplorasi. Saat ini kegiatan eksplorasi masih terkena pajak.
“Itu mungkin kita harus bicarakan dengan Kementerian Keuangan untuk membebaskan dalam masa eksplorasi. Setelah produksi ada income, baru kena pajak yang sesuai aturan negara ,” katanya.
Dewan Pakar Asosiasi Daerah Penghasil Migas Deni Rahayu, menilai PEP adalah salah satu KKKS yang masih melakukan eksplorasi cukup signifikan.
“Kalau tidak salah mereka (PEP) akan melakukan pemboran sumur ekplorasi sebanyak 10 sumur dan sumur pengembangan 99 sumur,” ujarnya.
Menurut dia, PEP telah menerapkan konsep Quantity Assurance, yaitu metodologi monitoring kuantiti aliran minyak dan gas dari suatu proses ekplorasi, operasi dan produksi.
Dengan demikian, data dan informasi bisa lebih terverifikasi dan tervalidasi. Hal ini berdampak proses bisnis PEP dapat dilihat secara utuh. Karena itu, improvement optimalisasi produksi dapat dilakukan, selain dapat digunakan juga sebagai bahan dasar bagi keputusan-keputusan PEP dalam melakukan kegiatan-kegiatan eksplorasi dan produksi lainnya.
Sebagai petroleum geoscientist, Deni percaya penambahan cadangan PEP dapat dicapai karena banyak potensinya. Eksplorasi yang masif masih dapat dilakukan dengan melihat kembali data-data terdahulu terkait upside potensial yang bisa didapatkan.
“Sejarah eksplorasi memperlihatkan kepada kita bahwa penemuan-penemuan lapangan baru bisa karena reinterpretasi data lama maupun penggunaan konsep konsep baru didalam ekplorasi baik di daerah baru maupun daerah yang sudah produksi,” ujarnya.
Terkait kendala yang dihadapi KKKS dalam eksplorasi, Deni menyebutkan masalah perizinan, tumpang tindih lahan, dan kondisi lainnya, tentunya perlu dukungan seluruh stakeholders migas agar berjalan tidak sektoral sehingga kejadian-kejadian tersebut bisa dicarikan solusi, baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan KKKS.
“Ketidakpastian petroleum system, tentunya dapat dikurangi dengan melakukan kegiatan-kegiatan ekplorasi yang cukup sehingga risiko berkurang,” katanya.