TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Next Policy melakukan penelitian untuk melihat sentimen netizen terhadap kinerja para menteri kabinet Jokowi-Ma’ruf lewat pengumpulan data teks di media sosial Twitter.
Riset ini dilakukan mulai 11 Desember 2019 hingga 2 Maret 2020 menggunakan machine learning dengan metode Analisis Media Sosial Nusantara berbasis AI (AMENA).
Analisis AMENA menghasilkan visualisasi data berupa peta sentimen positif, negatif, dan netral.
Dari riset ini diketahui, di sektor ekonomi terjadi perubahan arah di bawah komando Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri BUMN Erick Thohir.
“Hal lain yang kami temukan dan cukup pivotal adalah Sri Mulyani menjadi menteri yang paling awal bersuara mengenai dampak Covid-19, bahkan dibandingkan Menteri Terawan,“ kata Fithra Faisal Hastiadi, Direktur Eksekutif Next Policy dalam paparan hasil risetnya kepada Tribunnews, Rabu 1 April 2020.
Baca: Jangan Salah! Ini Cara Melepas Masker Bedah yang Benar Sesuai Petunjuk Dokter Spesialis Paru
Dia mengatakan, Menkeu Sri Mulyani cukup serius melakukan langkah-langkah mitigasi demi menangkis dampak Covid-19 terhadap perekonomian nasional karena dampak ekonomi virus ini memang serius dan menebarkan ketakutan pada pasar (saham).
Baca: Kabar Baik! PUFF, Nucleus Farma dan Prof Nidom Foundation Kembangkan Obat Covid-19
“Sri Mulyani sempat mengatakan dirinya lebih khawatir dampak Covid-19 dibandingkan Brexit. Sri Mulyani boleh jadi benar mengingat analisis dampak yang dilakukan Next Policy menunjukkan efek dari Brexit minimal dibandingkan Covid-19,“ ujar dia.
Baca: Bus DAMRI Masih Tetap Beroperasi, Tapi Ada Penyesuaian Jam Operasional
Fithra menyatakan, pandemi Covid-19 berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,1-0,2 persen bila terjadi penurunan setiap 1 persen ekonomi China.
Bahkan, dengan makin meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia, kemungkinan terjadi kontraksi ekonomi jauh lebih besar.
Hasil simulasi Next Policy menunjukkan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di pasar modal Indonesia, juga rupiah, lebih banyak dipicu faktor Covid-19 ketimbang faktor fundamental.
Hasil perhitungan impulse response Next Policy menunjukkan, peningkatan 1 kasus pasien meninggal Covid-19 di Indonesia membuat pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebesar 78 basis points (bps) setelah dua hari.
Kemudian 125,34 bps setelah satu pekan dan 274,56 bps setelah sepuluh hari.
Peningkatan 1 kasus positif Covid-19 juga berakibat pada pelemahan kurs rupiah terhadap dolar sebesar 8,5 bps setelah dua hari. Selanjutnya 81,42 bps setelah satu pekan dan 172,48 bps setelah sepuluh hari.
Begitu juga dengan IHSG. Meningkatnya satu kasus pasien meninggal Covid19 berdampak pada pelemahan IHSG sebesar 2,5 bps setelah empat hari.