TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bisnis penyewaan kamar apartemen kini makin menjamur di kota besar seperti Jakarta seiring dengan tingginya pasokan unit apartemen baru yang berhasil dijual pengembang ke konsumennya.
Tren menyewakan apartemen high rise ini kini menyasar segmen penyewa kalangan milenial sebagai pilihan alternatif tempat tinggal co-living bersama teman-temannya di kota besar daripada tinggal di kamar kos-kosan yang sempit dan sumpek.
Nita (25) pekerja kantoran di Jakarta mengaku, statusnya yang masih lajang merupakan salah satu alasan mengapa belum ingin membeli rumah.
Dengan ngekos di apartemen dia mengaku bisa berganti pekerjaan, atau pindah ke lokasi atau kota lain kapan saja. Dengan demikian menyewa apartemen dinilainya lebih baik daripada membeli rumah.
“Pekerjaan saya menguras waktu, dan saya jarang menghabiskan waktu di rumah, sedangkan memiliki rumah itu butuh pemeliharaan yang lebih besar daripada apartemen," ujarnya.
Menurut riset yang diadakan Urban Institutes Housing Finance Policy Center, hanya 1 dari 3 milenial di bawah usia 25 yang memiliki rumah pada akhir 2018.
Baca: Wishnutama Koreksi Pernyataan Luhut Akan Tarik Wisatawan China, Korsel dan Jepang
Ini berarti 8-9 persen lebih rendah daripada generasi sebelumnya. Di Indonesia, angkanya mungkin jauh lebih rendah lagi.
Riset ini menyebutkan, generasi milenial cenderung memilih tinggal bersama (co-living) karena tren konsumen umum sedang menuju ke arah ekonomi berbagi.
Baca: Jabar dan DKI Sudah Minta, Tapi Kemenhub Belum Kunjung Putuskan Penghentian Operasional KRL
Co-living menjadi lebih dari sekadar model perumahan, dan kini menjadi solusi untuk generasi lebih muda yang makin besar populasinya.
Meningkatnya co-living datang dari berbagai faktor, di antaranya karena fasilitasnya yang lengkap dan senangnya tinggal bersama orang lain yang punya minat sama.
Baca: Kisah Ika Dewi Maharani, Relawan Perempuan Satu-satunya yang Jadi Sopir Ambulans di RS Covid-19
Co-living saat ini juga semakin menarik bagi generasi milenial, khususnya para digital nomad -mereka yang bekerja mengandalkan sambungan internet sehingga memungkinkan untuk berada di mana saja.
Mereka juga tidak ingin selalu khawatir dengan pengaturan keuangan jika memutuskan membeli rumah, karena hal itu dianggap membatasi.
Seperti bisnis penyewaan kamar apartemen yang dijalankan Flokq. Biaya-biaya lain yang berhasil dihematnya dengan tinggal di apartemen Flokq adalah keanggotaan gym, yang menjadi salah satu fasilitas apartemen.
Selain itu juga transportasi ke kantor, karena layanan yang diberikan Flokq bisa menemukan apartemen yang sangat dekat dengan tempat kerja.
Perusahaan ini mengenakan biaya sewa apartemen mulai dari Rp 3,8 juta per bulan. "Harga sewa kita sudah all-inclusive yang berarti termasuk biaya listrik, internet, air, laundry, kebersihan, penggantian seprai setiap minggu, air minum dan kebutuhan2 rumah tangga dasar lainnya," ujar CEO Flokq, Anand Janardhanan.
Dia menjelaskan, untuk sistem menyewanya, calon penghuni dapat menghubungi Flokq secara langsung.
Kemudian calon penyewa memberikan informasi tentang daerah yang diinginkan, budget, preferensi flatmates dan informasi lainnya.
Flokq kemudian menyodorkan pilihan apartemen sesuai dengan kriteria yang sudah diterima.
"Calon penghuni dapat mengatur jadwal viewing apartemen untuk memastikan mereka suka dengan unit pilihan mereka. Jika sudah mencapai kesepakatan, penghuni dapat mengatur waktu untuk pindah ke apartemen tersebut," ungkap Anand Janardhanan.