TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VII DPR meminta Pertamina dan PGN tetap menjaga kinerjanya ditengah lesunya industri migas dunia.
Apalagi beberapa kebijakan pemerintah telah mendorong BUMN Migas itu memangkas margin bisnisnya.
Satu di antaranya adalah kebijakan harga gas industri tertentu sebesar 6 dolar AS per mmbtu di plant gate sebagaimana permen menteri ESDM no 8 tahun 2020.
Baca: Jokowi Larang Masyarakat Mudik Mulai 24 April 2020 di Tengah Situasi Pandemi Corona
Baca: Belva Devara Mundur dari Staf Khusus Presiden, Tak Ingin Pecah Konsentrasi Jokowi
Politisi PDIP Falah Amru khawatir kebijakan yang memangkas bisnis PGN akan mengurangi kemampuan BUMN ini untuk mengembangkan infrastruktur gas bumi.
"Kami minta dijelaskan dampak kebijakan itu (permen ESDM no 8 2020) terhadap kemampuan PGN membangun infrastruktur. Kami tidak ingin PGN rugi, karena yang rugi juga rakyat," jelas Falah dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) komisi VII dengan Pertamina dan PGN secara online, Selasa (21/4).
Dalam kesempatan ini Tifatul Sembiring dari Fraksi PKS mendorong adanya evaluasi terhadap Permen No 8 2020 yang baru dirilis pekan lalu. Tifatul mensinyalir regulasi baru tersebut bisa memangkas peran PGN dalam perluasan pemanfaatam gas bumi.
Ia bahkan menduga permen yang menjadi turunan Perpres No 40 tahun 2016 tentang penetapan harga gas bumi untuk industri tertentu tersebut akan membuka pintu swasta untuk berperan lebih besar dalam mata rantai industri gas bumi.
"Jangan sampai ada main mata. Jadi harus ada konsultasi dengan kementerian (ESDM) soal regulasi itu," katanya melalui rilis yang diterima Tribun Batam, Selasa (21/4/2020).
Kepada komisi VII DPR, Direktur Utama PGN, Gigih Prakoso menyatakan adanya permen ESDM No 08 tersebut membuat harga jual gas PGN ke industri akan turun.
Dampaknya pendapatan perusahaan juga akan mengalami penurunan.
Menurut Gigih, saat ini harga gas PGN ke industri rata-rata 8,4 dolar AS per mmbtu.
Sehingga dengan harga gas industri tertentu ditetapkan 6 dolar AS per mmbtu maka PGN akan kehilangan pendapatan sebesar 2,4 dolar AS per mmbtu.
Lebih lanjut Gigih mengungkapkan, sesuai ketentuan dari permen 08, harga gas di hulu juga akan diturunkan menjadi sekitar 4 dolar AS- 4,5 dolar AS per mmbtu.
Sementara PGN selama ini membeli harga gas di hulu rata-rata sekitar 5,4 dolar AS per mmbtu.
"Jadi masih ada selisih antara penurunan harga gas di hulu dengan harga jual gas PGN ke industri. Kami akan laporkan kepada Menteri BUMN untuk bisa mendapatkan insentif," ungkapnya.
Direktur Keuangan PGN Arie Nobelta Kaban menambahkan apabila tidak ada insentif, maka kemampuan PGN memenuhi kewajiban jangka panjang kemungkinan akan terganggu.
Menurut Arie penerapan Permen ESDM Nomor 08 Tahun 2020 akan berdampak pendapatan perusahaan yang diperkirakan turun sebesar 21 persen, jika tidak ada insentif dari pemerintah.
"Saat ini PGN memiliki kewajiban utang jangka panjang sebesar 1,95 miliar dolar AS yang jatuh tempo pada 2024. Jika pendapatan terganggu akan membuat PGN tidak mampu memenuhi kewajibannya," tambahnya.
Gigih menjelaskan bahwa PGN akan mengusulkan beberapa opsi insentif kepada kementerian ESDM terkait pelaksanaan kebijakan harga gas industri tertentu ini.
Beberapa opsi yang bisa dilakukan adalah melalui penerapan harga khusus yang dibeli PGN dari pemasok.
Volume gas dengan harga khusus ini akan dijual kepada pelanggan-pelanggan PGN, baik pelanggan industri yang masuk dalam Keppres nomor 40, ataupun yang diluar Keppres nomor 40.
Namun, Gigih melanjutkan, apabila kondisi demand masih menurun dan PGN tidak bisa menjual, maka alternatif lain perusahaa bisa mengusulkan semacam penggantian biaya secara cash dari pemerintah.
"Ini semua akan kami sampaikan kepada pemerintah untuk dimintakan persetujuannya," lanjutnya.(siaranpers/ane)
Artikel ini telah tayang di tribunbatam.id dengan judul DPR RI: Jika PGN Dipaksa Rugi, Infrastruktur Tidak Terbangun dan Rakyat Rugi