TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan, Bambang Satrio Lelono mencatat 2,8 juta pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan secara nasional akibat dari wabah virus corona atau Covid-19 di Indonesia.
Di ibu kota, merujuk data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrans) Provinsi DKI Jakarta sebanyak 16.065 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan 72.770 pekerja harus dirumahkan tanpa menerima gaji.
"Sektor hotel dan restoran menjadi sektor yang paling rentan setelah 1.642 hotel untuk sementara menutup operasionalnya," katanya, Rabu (22/4/2020).
Sementara Ketua Umum PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Hariyadi Sukamdani menegaskan sektor hotel dan restoran setidaknya mengalami potensi hilangnya pendapatan devisa sektor pariwisata Januari - April sebesar 4 miliar dolar AS.
Adapun potensi kehilangan pendapatan hotel dan restoran dari konsumen domestik sedikitnya Rp 60 triliun.
Baca: Sempat Tak Miliki Klub, Firza Andika Bek Sayap PSM Makassar Pernah Berkeinginan Jadi TNI
"Penurunan angka turis Tiongkok saja sudah dapat dihitung kerugiannya sebesar 1,1 miliar dolar AS, jika termasuk dengan angka penurunan turis asing lainnya paling sedikit ada kerugian sebesar 400 miliar dolar AS," tuturnya.
"Saat ini diperkirakan 2 juta pekerja sektor hotel dan restoran sangat terdampak pandemi Covid 19, di mana sebagian besar mereka mengalami unpaid leave dan dirumahkan karena perusahaan mengalami kesulitan cash flow," sambung dia.
Menurutnya, adanya kartu Pra Kerja sangat membantu para pekerja untuk mendapatkan insentif tunai dan kesempatan meningkatkan kompetensi profesi.
Terpisah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada menterinya membuat skema yang transparan terkait stimulus ekonomi demi penyelamatan di tengah pandemi Covid-19.
Presiden juga meminta secara rinci sektor mana saja yang mendapatkan stimulus dan menyelamatkan tenaga kerja.
"Skemanya betul-betul terbuka transparan jangan tertutup. Sektor apa, mendapatkan stimulus apa dan bisa menyelamatkan berapa," kata Jokowi.
Jokowi berharap, sektor riil dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang menyerap banyak tenaga kerja untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Karena kita tiga ini sangat penting usaha mikro, usaha keciL, dan usaha menengah. Sehingga stimulus betul-betul menjangkau sektor-sektor ini, tetapi juga jangan dilupakan berkaitan dengan sektor informal, karena ini banyak juga menampung tenaga kerja," jelas Jokowi.
Baca: Soal Larangan Mudik, India Punya Kebijakan Beda dari Indonesia
Pakar hukum ketenagakerjaan dari Universitas Trunojoyo Madura, Devi Rahayu, mengungkapkan pekerja atau buruh khawatir terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Hal ini, karena jika aturan itu diberlakukan maka terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
"Kekhawatiran akan banyak PHK secara besar-besaran dampak berlakunya UU ini," kata dia.
Dia menyoroti banyak pasal di BAB XII tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dihapus di Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Pasal-pasal tersebut, yaitu 151, 152, 154, 155, 158, 159, 161 dan 172.
Dia mencontohkan upaya penghapusan peran serikat pekerja melakukan mediasi antara pekerja dan pengusaha pada saat adanya PHK.
"Dengan ketentuan di UU Cipta Kerja, peran serikat pekerja dihilangkan sehingga ketika pengusaha mau melakukan PHK ya sudah, cuma butuh proses cukup memberitahukan kepada perka pengajuan ke dinas setempat. Sudah langsung di PHK. Sehingga mempermudah proses PHK," ujarnya.
Selain itu, kata dia, pengubahan skema pesangon bagi pekerja yang terkena PHK.
"Ada klausul pasal ketika seorang pekerja mengundurkan diri kemudian ada beberapa hak pekerja terkait penghitungan upah pesangon dan yang lain. Tetapi di ketentuan undang-undang baru, ini dihilangkan. Sehingga, ketika pekerja mengundurkan diri tak mendapatkan apa-apa," kata dia.
Baca: Pelaku Pembacokan Satu Keluarga di Purwakarta Berhasil Ditangkap, Motif Diduga Ada Unsur Dendam
"Tidak ada kewajiban pengusaha terutama persoalan PHK. Benar yang disampaikan serikat pekerja, PHK bisa saja terjadi. Dengan ketentuan undang-undang ini pengusaha tidak suka tingggal dipecat. Kewajiban yang awalnya dibebankan pada pengusaha sudah tidak ada," ujar Devi.
Bahkan, dia melanjutkan, pengusaha tidak akan menerima sanksi apabila membayar upah tidak sesuai ketentuan. Atas dasar itu, dia mempertanyakan, alasan pemerintah menyusun Omnibus Law Cipta Kerja.
"Apa benar itu bisa mengundang investasi ke Indonesia? Apakah ada hal lain yang tidak hanya soal pekerja. Menurut saya opsi menekan atau meniadakan hak pekerja itu bukan opsi strategis malah harusnya pemerintah lebih mengedepankan hak pekerja," tambahnya. (Tribun network/nas/yud/gle/wly)