News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik Cetak Uang

Dahlan Iskan Pertanyakan Alasan DPR Ngotot RI Cetak Uang Rp 600 Triliun

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI

"Pandangan-pandangan BI (perlu atau tidaknya) mencetak uang, itu bukan praktik kebijakan moneter yang lazim dan tidak akan dilakukan di Bank Indonesia," ujar Perry, pada kesempatan itu.

Perry menambahkan, kebutuhan masyarakat bisa diukur dari angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Namun demikian, ia menekankan bahwa praktik ini tentunya harus sesuai dengan tata kelola Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Misalnya pertumbuhan ekonomi 5 persen dan inflasinya 3 persen, kurang lebih kenaikan pencetakan uang sekitar 8 persen. Kalau ingin tambah stok barangkali 10 persen, keseluruhan proses ini sesuai tata kelola dan diaudit BPK," kata Perry.

Baca: Ekonomi RI Melambat, Kuartal I Hanya Tumbuh 2,97 Persen, Prediksi BI-Sri Mulyani Pun Meleset

Cetak Uang

Sebagai informasi, beberapa hari lalu Badan Anggaran DPR RI mengusulkan ke pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun.

Cetak uang lebih banyak, bertujuan untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak virus Corona (Covid-19).

Tak cuma DPR, mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, juga mendukung wacana yang dilontarkan para wakil rakyat tersebut. Bahkan menurut versi Gita, uang yang dicetak diusulkan jauh lebih besar, sebanyak Rp 4.000 triliun.

Wacana Cetak Uang

Wacana cetak uang baru dilontarkan setelah melihat defisit APBN yang melebar di atas 5 persen dari sebelumnya hanya 1,75 persen.

Namun pencetakan uang bisa memicu hal negatif. Jika tak bisa dikendalikan, cetak uang yang terlalu banyak bisa memicu inflasi yang tinggi yang pada akhirnya bisa merugikan masyarakat.

Uang yang beredar akan semakin banyak, membuat nilai uang terus-menerus berkurang yang membuat harga-harga barang melambung.

Nilai tukar uang asing sangat dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar. Bertambahnya rupiah bisa berakibat turunnya nilai kurs. Apalagi, rupiah bukan mata uang yang bisa diterima di dunia seperti dollar AS atau yen Jepang.

Risiko utang luar negeri yang naik tajam merupakan efek domino dari anjloknya mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Semakin nilainya merosot, maka otomatis membuat utang luar negeri bisa semakin membengkak.(Fitri Wulandari/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini