News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik Cetak Uang

Dahlan Iskan Pertanyakan Alasan DPR Ngotot RI Cetak Uang Rp 600 Triliun

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Anggaran DPR RI mengusulkan ke pemerintah dan Bank Indonesia ( BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun.

Cetak uang lebih banyak, bertujuan untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak virus Corona ( Covid-19).

Wacana cetak uang baru dilontarkan setelah melihat defisit APBN yang melebar di atas 5 persen dari sebelumnya hanya 1,75 persen.

DPR bilang, cetak uang baru, lebih menguntungkan ketimbang menambah utang.

Baca: Peredaran Daging Babi yang Terungkap di Bandung Darai Babi Ternak, Bukan Celeng

Baca: Calon Pemain Barcelona Ini Dikabarkan Positif Terjangkit Virus Corona

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan ikut buka suara menyikapi anggota dewan yang ngotot agar pemerintah dan BI merealisasikan wacana mencetak rupiah lebih banyak.

Dia mempertanyakan motivasi di balik wacana tersebut.

"Ini harus diperhitungkan. Mukhamad Misbakhun (Fraksi Golkar) sudah berhasil meyakinkan internal Golkar. Apalagi ia juga telah berhasil meyakinkan fraksi-fraksi lain di DPR. DPR sudah bulat di belakangnya," kata Dahlan dikutip dari disway.id, Rabu (13/5/2020).

Dahlan Iskan (Tribun Manado)

Meski fraksi-fraksi mayoritas di DPR sudah mendukung wacana tersebut, mereka masih harus berhadapan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur BI Perry Warjiyo.

Kedua birokrat tersebut, sudah sejak awal menyatakan keberatan Indonesia mencetak lebih banyak rupiah.

"Tapi DPR sudah sangat bulat ke arah cetak uang. Saya tidak tahu siapa anggota DPR di fraksi lain yang bisa mengimbangi kepintaran Misbakhun, dalam pembahasan di internal DPR itu. Kok begitu mulusnya," ucap Dahlan, seperti dilasir dari Kompas.com, dalam artikel " Dahlan Iskan Heran Alasan DPR Ngotot RI Cetak Uang Rp 600 Triliun".

"Saya tidak bisa membayangkan apakah terjadi dialog yang ilmiah di forum DPR saat itu. Sebelum akhirnya mereka bulat mendukung ide cetak uang dari Golkar itu," kata dia lagi.

Dahlan mempertanyakan alasan di balik DPR yang terus meminta pemerintah dan BI mencetak uang lebih banyak. Anggota parlemen yang paling disorotinya yaitu Misbakhun.

"Misbakhun sudah pada puncak pemikirannya, cetak uang sebagai sapu jagatnya. Ia mengaku sudah mendalami pilihan-pilihan lain. Semuanya jelek dan lebih jelek," jelas mantan Dirut PLN ini.

Misalnya soal inflasi itu. Menurut Dahlan, Misbakhun tahu persis cetak uang itu akan mengakibatkan inflasi. Dikatakan Dahlan, Misbakhun percaya kalau skala ekonomi Indonesia saat ini sudah tidak bisa disamakan dengan tahun 1956. Apalagi dengan Zimbabwe.

Alasan Misbakhun

Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan, masalah ekonomi Indonesia yang tertekan karena pandemik virus corona tidak bisa diselesaikan dengan cetak uang oleh BI.

Menurut dia, Indonesia tidak bisa disetarakan dengan Zimbabwe yang selama ini menyelesaikan masalah dengan mencetak uang serta redominasi mata uang.

"Kalau mencetak uang apa nanti enggak seperti Zimbabwe? Size, model, struktur ekonomi dengan Zimbabwe beda. Sistem moneternya beda, sistem politiknya juga beda," ujar Misbakhun, Rabu (6/5/2020).

Ada anggapan jika BI mencetak uang untuk menekan masalah perekonomian Indonesia tidak akan menyebabkan inflasi, hal itu dibantah oleh dirinya.

Meskipun dengan cetak uang, lanjut Misbakhun, inflasi masih dapat terukur.

"Kemudian, kalau mencetak uang apakah bakal menyebabkan inflasi? Iya. Saya tahu, tapi inflasinya bisa terukur. Kalau dibutuhkan salurannya ke APBN dia akan menjadi jaring pengaman sosial sehingga dia akan menumbuhkan daya beli," kata dia.

Sebelumnya, Badan Anggaran DPR RI mengusulkan ke pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun.

Cetak uang lebih banyak, bertujuan untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak virus corona.

Mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, juga mendukung wacana yang dilontarkan para wakil rakyat tersebut. Bahkan menurut versi Gita, uang yang dicetak diusulkan jauh lebih besar, sebanyak Rp 4.000 triliun.

Wacana cetak uang baru dilontarkan setelah melihat defisit APBN yang melebar di atas 5 persen dari sebelumnya hanya 1,75 persen.

Gita yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Pertimbangan Kadin itu berpendapat, BI tak perlu khawatir soal melemahnya rupiah di hadapan mata uang negara lain.

Pasalnya, banyak negara kini mencetak uang untuk mencukupi kebutuhan ekonomi dalam negerinya.

Dia juga menepis kekhawatiran banyak pihak adanya moral hazard dalam pencetakan uang. Menurutnya kunci penting penyaluran uang tersebut ke masyarakat yakni dengan memperketat koordinasi pusat dan daerah dalam menentukan kanalisasi penyaluran bantuan.

Ekonom: BI Bukan Bank Sentral AS

Usulan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang meminta Bank Indonesia (BI) mencetak uang Rp 600 triliun untuk menangani dampak virus corona (Covid-19) dinilai bukan solusi yang tepat.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan tidak mudah bagi BI melakukan kebijakan moneter yang tidak lazim seperti itu.

"Usulan ini perlu dikaji secara hati-hati, karena nggak segampang itu BI cetak uang," ujar Bhima, kepada Tribunnews, Kamis (7/5/2020) sore.

Baca: Berandai Jadi Presiden, Rizal Ramli Ancam Pelaku Politik Uang Dikirim ke Pulau di Selatan Kalimantan

Menurutnya, harus ada underlying asset, karena nilai cetak uang yang diusulkan Banggar DPR bukan merupakan angka yang kecil.

Bhima kemudian menegaskan bahwa BI tidak bisa asal mencetak rupiah karena nilainya tentu berbeda dengan dolar Amerika Serikat (AS) yang menjadi mata uang internasional karena pergerakannya yang relatif stabil.

"BI kan bukan Bank Sentral AS yang cetak dolar. Kalau rupiah dicetak, siapa yang mau pakai? Beda dengan dolar, dipakai 85 persen transaksi ekspor impor dunia," tegas Bhima.

Selain itu, kata dia, konsekuensi dampak terhadap inflasi juga perlu diperhitungkan.

Di tengah pandemi corona yang berdampak negatif pada semua sektor termasuk pangan, usulan seperti ini pun dianggap kurang ideal.

"Indonesia saat ini sudah dihadapkan dengan prediksi krisis pangan, jangan lagi ditambah dengan potensi inflasi tinggi," kata Bhima.

BI Tegaskan Tidak Akan Cetak Uang untuk Tangani Dampak Corona

Dalam menangani dampak ekonomi yang disebabkan pandemi virus corona (Covid-19), Bank Indonesia (BI) memastikan tidak akan melakukan pencetakan uang.

Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam live streaming video conference terkait Perkembangan Ekonomi Terkini, Rabu (6/5/2020).

Menurutnya, hal tersebut bukan merupakan praktik kebijakan moneter yang terbiasa dilakukan BI.

Baca: Waketum PAN: Hanafi Rais Mundur dari Partai dan DPR Tapi Masih Kader PAN

Baca: Pria di Bali Ini Ditangkap Polisi, Diduga Sebar Hoaks Maruf Amin Terpapar Covid-19

Baca: PLN Buka-bukaan Metode Penghitungan kWh yang Dikeluhkan Warga Mahal

"Pandangan-pandangan BI (perlu atau tidaknya) mencetak uang, itu bukan praktik kebijakan moneter yang lazim dan tidak akan dilakukan di Bank Indonesia," ujar Perry, pada kesempatan itu.

Perry menambahkan, kebutuhan masyarakat bisa diukur dari angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Namun demikian, ia menekankan bahwa praktik ini tentunya harus sesuai dengan tata kelola Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Misalnya pertumbuhan ekonomi 5 persen dan inflasinya 3 persen, kurang lebih kenaikan pencetakan uang sekitar 8 persen. Kalau ingin tambah stok barangkali 10 persen, keseluruhan proses ini sesuai tata kelola dan diaudit BPK," kata Perry.

Baca: Ekonomi RI Melambat, Kuartal I Hanya Tumbuh 2,97 Persen, Prediksi BI-Sri Mulyani Pun Meleset

Cetak Uang

Sebagai informasi, beberapa hari lalu Badan Anggaran DPR RI mengusulkan ke pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun.

Cetak uang lebih banyak, bertujuan untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak virus Corona (Covid-19).

Tak cuma DPR, mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, juga mendukung wacana yang dilontarkan para wakil rakyat tersebut. Bahkan menurut versi Gita, uang yang dicetak diusulkan jauh lebih besar, sebanyak Rp 4.000 triliun.

Wacana Cetak Uang

Wacana cetak uang baru dilontarkan setelah melihat defisit APBN yang melebar di atas 5 persen dari sebelumnya hanya 1,75 persen.

Namun pencetakan uang bisa memicu hal negatif. Jika tak bisa dikendalikan, cetak uang yang terlalu banyak bisa memicu inflasi yang tinggi yang pada akhirnya bisa merugikan masyarakat.

Uang yang beredar akan semakin banyak, membuat nilai uang terus-menerus berkurang yang membuat harga-harga barang melambung.

Nilai tukar uang asing sangat dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar. Bertambahnya rupiah bisa berakibat turunnya nilai kurs. Apalagi, rupiah bukan mata uang yang bisa diterima di dunia seperti dollar AS atau yen Jepang.

Risiko utang luar negeri yang naik tajam merupakan efek domino dari anjloknya mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Semakin nilainya merosot, maka otomatis membuat utang luar negeri bisa semakin membengkak.(Fitri Wulandari/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini