News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Per Hari Ini Trio Lion Air Group Kembali Setop Terbang, Biaya Tes PCR Mahal Jadi Alasan

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah pesawat Lion Air terparkir di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (30/4/2020). Lion Air Group secara mengejutkan kembali menghentikan sementara operasional penerbangannya mulai 5 Juni 2020 karena biaya tes PCR yang mahal.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Maskapai penerbangan Lion Air Group yang terdiri dari  Lion Air dengan kode penerbangan JT, Batik Air dengan kode penerbangan ID dan Wings Air (kode penerbangan IW), secara mengejutkan kembali menghentikan sementara operasional penerbangannya mulai 5 Juni 2020.

Bukan hanya untuk penerbangan domestik, tiga maskapai di bawah naungan Lion Air Group itu juga akan menghentikan sementara operasional penerbangan berjadwal internasional.

"Penghentian ini dijadwalkan mulai 5 Juni 2020 sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut," kata Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro.

Keputusan menghentikan sementara operasional penerbangan ini diambil berdasarkan evaluasi pelaksanaan operasional penerbangan sebelumnya. Sebelumnya Lion Air Group menghentikan operasional penerbangannya pada 27 Mei 2020, dan kemudian mulai kembali beroperasi mengangkut penumpang komersil sejak Senin (1/6/2020).

Baca: Cerita di Balik Sukses Novel Baswedan, Pimpin Langsung Operasi Penangkapan Buron KPK, Nurhadi

Dalam masa penutupan itu manajemen melakukan sosialisasi terkait persyaratan yang harus dipenuhi penumpang sesuai dengan protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19.

Baca: Surat PHK Dikirim Tengah Malam, 181 Pilot Kontrak Garuda Indonesia Kehilangan Pekerjaan

Di antara beberapa persyaratan itu adalah calon penumpang harus menunjukkan dokumen atau berkas surat keterangan atau sertifikat bebas Covid-19, surat keterangan bebas gejala seperti influenza bagi daerah yang tidak memiliki fasilitas RT-PCR maupun rapid test.

Baca: Tagihan Listrik di Rumah Raffi Ahmad & Nagita Slavina Capai Rp 17 Juta Per Bulan, PLN Anggap Wajar

Surat tugas sesuai instansi, hingga mengisi kartu kewaspadaan kesehatan elektronik (electronic Health Alert Card/ e-HAC) sebelum berangkat.

Dari hasil evaluasi, ternyata, banyak calon penumpang yang tidak dapat melaksanakan perjalanan udara karena tidak memenuhi kelengkapan dokumen-dokumen dan ketentuan yang telah ditetapkan selama masa kewaspadaan pandemi virus corona (covid-19).

Baca: Terkuak! Trio Mantan Petinggi Jiwasraya Terima Mobil Mewah dan Pelesir ke Luar Negeri

"Lion Air Group harus menjaga serta memastikan kondisi kesehatan fisik dan jiwa seluruh karyawan berada dalam keadaan baik, setelah pelaksanaan operasional penerbangan sebelumnya," ujar Danang. 

Baca: Bikin Negara Rugi Rp 16,8 Triliun, Dirut Jiwasraya Hendrisman Suka Dipanggil Chief

Manajemen belum dapat memastikan kapan Lion Air Group akan kembali mengudara.

Meski demikian, Lion Air Group berjanji akan memfasilitasi calon penumpang yang sudah memiliki atau membeli tiket (issued ticket) dapat melakukan proses pengembalian dana tanpa potongan (full refund) atau perubahan jadwal keberangkatan tanpa tambahan biaya (reschedule).

Tes PCR Mahal

Terpisah, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero), Irfan Setiaputra mengeluhkan mahalnya proses atau syarat menumpang pesawat ketimbang harga tiket.

Salah satunya, tes PCR (polymerase chain reaction) yang rata-rata dipatok hingga Rp2,5 juta.

Irfan khawatir proses yang mahal itu akan mempengaruhi keputusan seseorang untuk membeli tiket pesawat. Dengan kata lain, industri transportasi udara akan sulit bangkit di tengah pandemi virus corona. 

Baca: Rusuh Menjadi-jadi, Polisi Tembak Mati Warga Kulit Hitam Pemilik Restoran di Kentucky

"Tes PCR yang Rp2,5 juta dan beberapa sudahmenurunkan harganya itu harganya lebih jauh mahal daripada (tiket) untuk bepergian," ucap Irfan, Selasa (2/6/2020).

Ambil contoh, harga tiket pesawat Jakarta ke Surabaya hanya sekitar Rp1,5 juta. Angkanya lebih murah ketimbang biaya yang harus dikeluarkan untuk tes PCR.

"Apalagi, kalau bepergian tujuh hari yang berarti harus PCR dua kali dan biaya harus Rp 5 juta, sementara perjalanan bolak-balik hanya Rp1,5 juta," ujar Irfan.

Untuk itu, ia mengusulkan agar prosesnya disederhanakan dan biaya PCR bisa lebih murah. Jika tidak, maka kinerja industri berpotensi semakin anjlok ke depannya.

Baca: Aksi Bejat Sopir Truk Cabuli Anak SMA Terbongkar, Sempat Digelandang ke Balai Desa Diadili Warga

"Ke depan, industri penerbangan akan menghadapi penurunan drastis dari segi penumpang," ucapnya.

Di sisi lain, Irfan menyatakan bisnis Garuda Indonesia berbeda dengan maskapai lainnya. Sebab, perusahaan tak bisa asal menghentikan operasional meski penumpang terus menurun, seperti maskapai lainnya.

"Kami ini perusahaan nasional, mandat kami adalah memastikan konektivitas dan menyambungkan antar bangsa. Oleh sebab itu Garuda Indonesia tetap terbang dan melayani semua rute," jelas Irfan.

Untuk mengakali itu, manajemen menurunkan frekuensi penerbangan demi menjaga kinerja perusahaan.

Sebagai contoh, perusahaan sebelumnya menyediakan enam kali penerbangan dalam satu pekan ke Amsterdam, tapi kini dikurangi menjadi hanya satu kali dalam seminggu.

"Pelan-pelan kami turunkan frekuensi penerbangannya," kata Irfan.(tribun network/rey/har/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini