Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior Indef Faisal Basri menjelaskan, terkait penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke level Rp 14.000 dari sebelumnya sekira Rp 16.500.
Faisal menilai, penanganan dari sisi kesehatan dan ekonomi akibat dampak pandemi corona atau Covid-19 terbilang kusut meski perekonomian masih naik pada kuartal I 2020.
"Kenapa kalau penanganannya karut-marut seperti ini rupiah menguat dan bahkan ada yang mengatakan Indonesia pertumbuhan ekonomi sampai Maret masih positif 2,79 persen? Harus diingat bahwa rupiah menguat dari meningkatnya pasokan dolar AS," ujarnya saat teleconference di Jakarta, Rabu (10/6/2020).
Karena itu, dia memandang tidak ada hubungannya antara penguatan rupiah dengan fundamental ekonomi Indonesia sudah membaik.
Baca: Menko Airlangga: Pak Gubernur BI, Rupiah Sudah Terlalu Kuat
"Pasokan dolar meningkat luar biasa masuk ke Indonesia. Dari mana? Ya dari utang global bonds itu, jadi tidak ada hubungannya gitu dengan penanganan" kata Faisal.
Baca: Faisal Basri Kritik Program PEN: Jangka Pendek dan Banyak Utang Negara Mengalir ke BUMN
Sebelumnya, total global bonds yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan dan BUMN mencapai 10,9 miliar dolar AS (Rp 162 triliun dengan kurs April 2020 Rp 14.900 per dolar AS).
Baca: Faisal Basri Sependapat dengan Luhut, Pemulihan Ekonomi Indonesia Perlu 5 Tahun
"Nanti akan kita lihat global bonds ini ada berupa valas 100 persen dimiliki asing. Kemudian, ada setiap periode pemerintah mengeluarkan surat utang dalam denominasi rupiah," pungkasnya.