News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Apjatel Soroti Penerapan Network Sharing di Indonesia

Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Di sisi lain, penyelenggara jasa atau perusahaan ISP hanya melakukan fungsi intermediasi penyedia layanan telekomunikasi.

ISP hanya membutuhkan satu router dan mereka sudah bisa berjualan jasa telekomunikasi. Penyelenggara jasa telekomunikasi tak perlu membangun NAP (Network Acces Provider).

Mereka cukup menyewa dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang memiliki NAP. Artinya risiko bisnis yang dihadapi penyelenggara jasa jauh lebih kecil. Dengan modal yang sedikit akan didapatkan pengembalian modal dalam waktu singkat ditambah margin yang lumayan.

Sedangkan untuk penyelenggara jaringan atau operator selular baru bisa mendapatkan pemasukan setelah membangun jaringan dan menjual kapasitas jaringan tersebut.

Investasi yang dikeluarkan penyelenggara jaringan nilainya besar dan waktu pengembaliannya juga lama. Disamping itu, risiko serta ketidakpasitian bisnis yang dihapapi juga tinggi.

“Kalau ditanya mana yang lebih cepat mendapatkan keuntung, tentunya menjual jasa telekomunikasi jauh lebih cepat. Anggota Apjatel harus menggeluarkan capex yang besar pengembalian modalnya memerlukan waktu yang panjang. Baru bisa untung setelah 5 tahun,” papar Angga.

Angga meminta agar pemerintah dapat membuat aturan yang jelas. Jangan karena ingin mengurangi capex, justru nantinya berakibat pada lesunya pembangunan jaringan telekomunikasi.

Bahkan regulasi yang tidak jelas juga bisa membuat pelaku industri dikemudian hari akan berurusan dengan hukum. Sudah ada penyelenggara jaringan yang dipidanakan karena melakukan network sharing.

Dalam UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, pada Pasal 9 juga dijelaskan, network sharing hanya diperkenankan antara penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa.

Bukan antara penyelenggara jaringan. Hal ini menjadi tantangan dalam menerapkan network sharing dari aspek regulasi.

Untuk itu diperlukan terobosan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang visioner dan melihat kedepan, dimana network sharing diatur sebagai persiapan untuk menghadapi kebutuhan teknologi masa baru.

Adanya kebutuhan regulasi network sharing untuk mengantisipasi datangnya teknologi baru juga diamini Dian Siswarini, Direktur Utama XL Axiata.

Dalam Webinar yang diselenggarakan salah satu media Dian mengajak operator-operator telekomunikasi lain untuk bekerjasama untuk bisa mewujudkan penerapan 5G di Tanah Air.

Dengan demikian, beban investasi yang sangat besar bisa ditanggung bersama dan masyarakat bisa segera menikmati kualitas internet yang lebih cepat.

“Mustahil network sharing diberlakukan di Jakarta karena ada 50 perusahaan penyelengara jaringan. Logikanya jumlah penyelenggara jasa lebih dari itu. Pasti sulit untuk mengaturnya. Jika kita ingin menjalankan amanah UU Telekomunikasi agar telekomunikasi dapat dinikmati seluruh masyarakat Indonesia, maka regulasi network sharing harus diberlakukan di daerah-daerah yang penetrasi broadband masih rendah. Tujuannya agar terhindar dari kanibalisme antar penyelenggara,” kata Angga.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini