Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengusulkan ke pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) untuk pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 lewat telepon seluler atau handphone.
Chatib menjelaskan, caranya yakni pengiriman dana bansos nantinya bisa melalui pulsa dalam telepon seluler milik masyarakat.
"Saya usul satu, tapi ada persoalan waktu. Coba lihat kedepan, 90 persen penduduk Indonesia itu pakai handphone," ujarnya saat webinar, Selasa (28/7/2020).
Menurutnya, skema ini membuat penyaluran bansos lebih tepat sasaran dengan juga menggandeng perusahaan telekomunikasi.
Perusahaan telekomunikasi nanti bisa melakukan akses memakai big data supaya tahu siapa pemilik nomor telepon seluler itu, geraknya kemana, dan beli pulsa berapa.
"Jadi dari situ bisa tahu profil sosial ekonomi. Isi pulsa ada dari Rp 10 ribu hingga Rp 1 juta per bulan, dari situ kelihatan," kata Chatib.
Chatib menambahkan, registrasi nomor telepon seluler harus ada identitas aslinya, meski akurasi sistem tersebut belum tentu mencapai sempurna.
"Tidak mungkin 100 persen, tepat sasaran 70 persen saja Itu bisa. Dengan MOHA (portal resmi) Kementerian Dalam Negeri itu datanya, tidak usah sempurna, 70 persen sudah cukup, pembayarannya nanti pakai pulsa, pulsanya bisa di-cashout di Indomaret atau lewat e-wallet," pungkasnya.
1 Juta
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri sebelumnya menyampaikan pemikiran visioner terkait nominal Bantuan Langsung Tunai (BLT) demi menghadapi dampak pandemi Covid-19.
Chatib menyarankan pemerintah untuk menaikkan dana BLT menjadi Rp 1 juta per keluarga untuk menggenjot konsumsi masyarakat.
"Itu kasih jangan Rp 600 ribu. Kasih Rp 1 juta deh kali 30 juta keluarga itu Rp 30 triliun," ujarnya saat webinar, Selasa (28/7/2020).
Baca: Urung Bagikan BLT di Kantor Desa, Pak Kades di Mamasa Ditemukan Tewas Tergantung
Baca: Kemendes PDT Dorong Penyaluran BLT Sebagian Besar untuk Petani
Baca: Mendes: Penyaluran BLT Dana Desa Tidak Akan Mencapai 100 Persen
Menurutnya, dengan naiknya nominal bantuan sosial tersebut maka pemerintah 'hanya' butuh sekira Rp 180 triliun atau 1 persen dari PDB.
"Kasih selama 6 bulan, kita butuh Rp 180 triliun, hampir 1 persen lebih dari GDP. Uangnya bisa realokasi dari kementerian dan lembaga, misal dari infrastruktur tidak membangun baru, tapi jangan dibatalin, maintenance saja," kata Chatib.
BLT tersebut dinilai menjadi hal paling penting untuk ada penambahan, kalau perlu malah lakukan perluasan dengan menyasar kelas menengah.
Kelas menengah terdampak Covid-19 itu, Chatib menambahkan, berpeluang menjadi jatuh miskin, sehingga pemerintah juga harus memberi bantuan.
"Sekarang itu, uang BLT diberikan kepada kelompok miskin, cirinya rumah kecil dengan lantai tanah. Namun, sekarang banyak orang kelas menengah jadi miskin karena berapa bulan dia tidak kerja," pungkasnya.