Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Alamsyah Saragih menilai adanya sejumlah potensi maladministrasi dalam rangkap jabatan komisaris BUMN.
Hal itu disebabkan adanya benturan regulasi akibat batasan yang tidak tegas sehingga menyebabkan penafsiran yang berbeda serta adanya pelanggaran terhadap regulasi.
"Rangkap jabatan telah menyebabkan rangkap penghasilan dengan nomenklatur honor dan gaji. Hal ini menyebabkan penerapan prinsip imbalan berdasarkan beban tambahan (incremental) menjadi tidak akuntabel dan menimbulkan ketidakadilan," terang Alamsyah saat konferensi pers virtual, Selasa (4/8/2020).
Ombudsman juga menyoroti proses rekrutmen BUMN berdasarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor 2 Tahun 2015 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN.
Baca: Ombudsman Surati Presiden Minta Perjelas Rangkap Jabatan Komisaris BUMN
"Kami akan melanjutkan review administratif terhadap proses rekrutmen komisaris yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kementerian BUMN,” tegas Alamsyah.
Baca: Guru Besar UI Bicara Soal Rangkap Jabatan Pejabat Pemerintah di BUMN
Menurut Alamsyah, masih terdapat kelemahan seperti, potensi konflik kepentingan dalam penjaringan, potensi ketidakadilan proses dalam penilai persyaratan materiil sehingga mempengaruhi akuntabilitas kinerja komisaris BUMN.
Ombudsman RI memberikan saran agar Presiden segera menerbitkan Peraturan Presiden untuk memperjelas batasan dan kriteria dalam penempatan pejabat struktural dan fungsional aktif sebagai komisaris BUMN.
Ombudsman juga meminta Presiden memerintah Menteri BUMN untuk melakukan perbaikan terhadap Peraturan Menteri BUMN yang sekurang-kurangnya mengatur secara lebih jelas mengenai penetapan kriteria calon komisaris.
Alamsyah mengatakan, Ombudsman RI akan melakukan pemantauan perkembangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.