Laporan Reporter Abdul Basith Bardan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku usaha bingung atas hilangnya sanksi perdata dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja atau omnibus law. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira.
Anggawira mengatakan perlu penjelasan detil terkait ditiadakannya sanksi perdata tersebut.
"Kalau ada hubungan industrial kalau tidak ada sanksinya seperti apa, penyelesaian masalahnya bagaimana, jangan sampai nanti semena-mena," ujar Anggawira saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (11/8/2020).
Anggwira menekankan pentingnya sanksi perdata untuk menjaga bila terdapat masalah dalam hukum.
Baca: Bahas Omnibus Law Cipta Kerja di Masa Reses, Legislator PKS Ingatkan Tata Tertib DPR
Bila itu tidak diatur, nantinya akan menjadi kesulitan bagi dunia usaha.
"Kalau perdata hubungannya dengan administrasi. Harus ada aturan hukum juga. Kalau dihapus kalau ada permasalahan bagaimana," terang Anggawira.
Baca: RUU Omnibus Law Cipta Kerja Rampung Dibahas Tim Tripartit dan Siap Dibawa ke DPR
Sebagai informasi, saat ini pemerintah tengah melakukan pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) bersama DPR. Pembahasan telah masuk dalam Bab XII mengenai sanksi.
Dal RUU Cipta Kerja yang disampaikan pemerintah hanya terdapat sanksi administratif.
Terdapat 6 jenis sanksi administratif antara lain peringatan, penghentian sementara kegiatan berusaha, pengenaan denda administratif, pengenaan daya paksa polisional, pencabutan lisensi, sertifikasi, persetujuan, dan/atau pencabutan perizinan berusaha.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Salah satu tambahan dalam RUU tersebut hanya bagi usaha yang menimbulkan kerusakan pada lingkungan hidup selain dikenai sanksi administratif juga memulihkan kerusakan akibat usahanya tersebut.
Artikel ini tayang di Kontan dengan judul Jokowi: Januari 2021, kita sudah bisa memproduksi vaksin corona