Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian Johnny Darmawan, mengatakan saat ini Indonesia perlu mengembalikan peran industri sebagai fondasi ekonomi nasional dengan lebih memperhatikan lagi struktur industri yang berbasis di hulu, yakni industri petrokimia berbasis metanol, sebagai salah satu produk utamanya sebagai pemasok bahan baku untuk berbagai sektor industri lainnya.
Johnny Darmawan mengatakan, pengembangan industri kimia berbasis metanol sudah sangat mendesak.
"Pengembangan industri metanol sangat penting untuk mendukung kemandirian industri, mendukung daya saing industri nasional serta menopang pembangunan industri berkelanjutan dan yang utama memangkas defisit neraca perdagangan yang terjadi lantaran ketergantungan tinggi pada impor," ungkap Johnny di Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Baca: Pabrikan China Kembangkan Mobil Berbahan Bakar Metanol
Menurutnya investasi di sektor petrokimia dalam kurun waktu 20 tahun terakhir masih tergolong minim. Kondisi ini berdampak pada ketergantungan impor yang tinggi lantaran minimnya suplai bahan baku industri hulu petrokimia.
Baca: Pertamina dan Chandra Asri Teken Perjanjian Kerja Sama Pengembangan Bisnis Petrokimia Nasional
"Kapasitas produksi dalam negeri untuk bahan baku petrokimia baru mencapai 2,45 juta ton. Sementara itu, kebutuhan dalam negeri mencapai 5,6 juta ton per tahun. Dengan kata lain, produksi dalam negeri baru memenuhi 47 persen kebutuhan domestik. Sisanya, yaitu sebesar 53 persen harus dipenuhi melalui impor,” ujar Johnny.
Lebih lanjut dia mengatakan kebutuhan akan metanol semakin meningkat, Indonesia baru memiliki satu produsen yang kapasitas produksinya 660 ribu ton per tahun. Alhasil, ketergantungan impor metanol tergolong tinggi.
"Nilai impor methanol mencapai 12 miliar dolar AS atau setara Rp 174 triliun per tahun. Pasalnya, metanol merupakan senyawa intermediate yang menjadi bahan baku berbagai industri, antara lain industri asam asetat, formaldehid, Methyl Tertier Buthyl Eter (MTBE), polyvinyl, polyester, rubber, resin sintetis, farmasi, Dimethyl Ether (DME), dan lain sebagainya," jelas Johnny.
"Alasan lain yang mendasari strategisnya pengembangan industri metanol adalah karena beberapa produk turunannya, seperti biodiesel dan dimetil eter (DME) merupakan bahan bakar alternatif. Dengan demikian, impor minyak yang selama ini membebani neraca dagang RI bisa dikurangi melalui pengembangan industri metanol. Lebih lagi, industri metanol akan mendukung program pemerintah, yakni pengalihan dari bahan bakar berbasis BBM ke biodiesel," paparnya
Sebaliknya, johny mengatakan bila pengembangan industri metanol ditunda, sementara pemakaian biodiesel sebagai bahan bakar semakin berkembang, maka ketergantung impor akan semakin tinggi.
Sejalan dengan itu, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk mulai mengoperasikan kedua unit pabrik MTBE dan B1 yang pertama kalinya ada di Indonesia sekaligus mendukung target pemerintah Indonesia untuk menyubstitusi impor melalui program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang diusung oleh Kementerian Perindustrian. Konstruksi kedua pabrik berhasil diselesaikan sesuai jadwal walaupun di tengah masa pandemi.
Presiden Direktur Chandra Asri Erwin Ciputra mengatakan prioritas utama perseroan adalah mendukung pemerintah dan industri dalam negeri dalam mengurangi ketergantungan impor.
Dengan beroperasinya pabrik baru ini, perseroan berharap tujuan pemerintah mengurangi impor sampai 35 persen pada 2022 dapat tercapai.
Konstruksi pabrik MTBE dan B1 milik Chandra Asri ini dilakukan oleh Toyo Engineering Corporation dan PT Inti Karya Persada Tehnik sejak 2018.