News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pandemi Covid-19 Bikin Tenant Pusat Perbelanjaan Menyerah

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana food court di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat yang sudah tidak menyediakan meja untuk makan di tempat, Senin (14/9/2020). Pelarangan layanan makan di tempat untuk restoran dan rumah makan terkait penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total di DKI Jakarta. Tribunnews/Herudin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi Covid -19 yang belum kunjung usia di kuartal III 2020 ini membuat banyak mal dan pusat perbelanjaan merugi hingga Rp 200 triliun.

Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah kota dinilai membuat omzet menurun hingga 50 persen.

Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengatakan, PSBB membuat pusat perbelanjaan membatasi kapasitas pengunjung maksimal 50 persen dan ini membuat omzet pun ikut berkurang setengahnya.

"Kami omzet setahun Rp 400 triliun. Kalau 50 persen turun jadi sekira Rp 200 triliun, ya
kerugiannya di situ, tapi kan biayanya tidak bisa menutup," ujarnya saat webinar, Senin
(28/9/2020).

"Kami selaku sektor di tengah punya kewajiban ke pemerintah berupa setoran pajak saat mengalami kondisi sulit. Kami ada tanggung jawab ke karyawan juga," katanya.

Dia menambahkan, arus kas dari tenant penyewa di pusat perbelanjaan juga
sudah lesu sejak Maret karena adanya PSBB.

"Pusat belanja dan tenant 6 bulan ini berat. Tidak baik dari Maret sampai sekarang, omzet dan kas dari perusahaan minim," ujarnya.

Tenant Menyerah

Budihardjo menyatakan, sejumlah memilih menyerah dengan tidak lagi melanjutkan kontrak syewa ruangan di pusat belanja karena dampak pandemi corona atau Covid-19.

"Tenaga kerja kami ada 3 juta orang, yang terdampak 50 persen ada di pusat belanja di
mal. Jadi, sekira 1,5 juta karyawan (kena dampak)" ujarnya.

Budihardjo mengatakan, anjloknya omzet membuat pihak penyewa maupun tenan
memiliki beberapa pilihan terhadap karyawan, satu di antaranya yakni dirumahkan.

"Kami rumahkan dan tanpa bantuan pemerintah bisa tutup seluruhnya. Ada ritel yang
sudah tutup tenant di seluruh mal, jadi tenant sudah nyerah, itu ada," katanya.

Menurut dia, dampak turunnya omzet pusat belanja otomatis berpengaruh terhadap
pendapatan karyawan, sehingga konsumsi mereka jadi tidak banyak.

Baca: Asosiasi Pusat Perbelanjaan Minta Pemerintah Bantu Gaji Karyawan dan Bebaskan Pajak

"Kalau 50 persen (karyawan) terdampak, sebesar itu yang berkurang pendapatannya, belum termasuk keluarganya. Daya beli terkena juga meski ada bantuan pemerintah, kami harap lebih baik, tapi September kemarin Jakarta PSBB lagi," ujarnya.

"Mal-mal di daerah sekitar Jakarta ramai limpahan dari Jakarta, intinya bukan disitu,
ramainya weekend saja." 

"Namun, pusat belanja yang sudah memberi protokol kesehatan harus pemerintah beri kepastian usaha, jangan semua disamaratakan," ujarnya.

Baca: Pusat Perbelanjaan Klaim Kehilangan Omset Rp 200 Triliun karena PSBB

"Jangan semua (di Jakarta) tutup, ada tempat lain tidak ada protokol kesehatan justru buka. Ini yang penting sehat dulu," katanya. 

Dia menyatakan, anggota Hippindo di sekitar Jakarta patuh terhadap protokol kesehatan karena konsumen juga mengutamakan itu.

"Kalau di daerah penyangga boleh untuk makan di tempat, di sana kami lakukan protokol kesehatan ketat. Maksudnya kalau usaha sudah jalan, konsumen cerdas pastikan kesehatan dulu daripada makan-makan," ujarnya.

Sementara itu, Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyatakan,
khawatir pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta semakin
diperpanjang. Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja mengatakan, hal itu karena kasus
positif virus corona atau Covid-19 masih naik terus.
"Khawatir PSBN makin diperpanjang karena tren kasus positif terus naik. Padahal
maksud PSBB untuk kurangi kasus positif," ujarnya.
Menurut Widjaja, jika ini berlarut maka beberapa tenant misalnya makanan dan
minuman yang tadinya sudah rumahkan karyawan akan meningkat jadi pemutusan
hubungan kerja (PHK). "Kalau sudah PHK terhadap penyewa mempengaruhi
perusahaan (pusat belanja). Kalau penyewa tenant kolaps, tentunya berdampak ke
pusat perbelanjaan," katanya.
Disisi lain, dia menambahkan, berharap pemerintah menangani dampak kesehatan
karena pihaknya tidak tahu jumlah kasus positif Covid-19 kapan menurunnya.

"Harus kita antisipasi, kami bersama pemerintah berusaha turunkan kasus positif Covid-
19. Namun, di satu sisi perusahaan tenan sudah kehabisan tenaga, di sisi lain kasus positifnya kami tekan dari pusat perbelanjaan," pungkas Widjaja.

PT Danareksa menyatakan, kelas menengah ke atas tidak bisa lagi banyak melakukan
konsumsi karena dampak pandemi corona atau Covid-19. Kepala Ekonom Danareksa
Moekti Prasetiani Soejachmoen mengatakan, kalangan borjuis ini biasanya belanja
barang mewah ke mal-mal, tapi sekarang tidak bisa karena pembatasan sosial berskala
besar (PSBB).
"Jadi, akhirnya mereka juga tidak bisa konsumsi. Kalau misalnya mereka konsumsi

barang mewah gitu ya kan harus pergi ke mal gitu ya tidak bisa," ujarnya.
Sementara, Moekti menilai barang-barang mewah belanjaan kalangan tersebut juga
tidak ada di platform online, sehingga konsumsinya tertahan."Tidak ada di platform
online, mereka sekali transaksi Rp 200 juta atau Rp 300 juta. Itu kan tidak sedikit, tapi
mereka masih tidak mau pergi ke mal karena khawatir penyebaran Covid-19," katanya.
Selain itu, dia menambahkan, kalangan menengah atas juga banyak menghabiskan
uangnya untuk berwisata dan itu juga tidak bisa, sehingga sulit mendorong
perekonomian."Kita bisa lihat bahwa kelas menengah ke atas tuh kan banyak
konsumsinya adalah untuk travelling, untuk sementara waktu tidak bisa dilakukan.
Konsumsi mereka besar, bisa gerakkan ekonomi Indonesia," pungkasnya.(Tribun
Network/van/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini