Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - International Land Coalition Asia (ILC Asia) menggelar Asia Land Forum 2020 pada 6-8 Oktober 2020 dan dihadiri 200 peserta dari 54 organisasi anggota di 13 negara.
Ajang ini mengangkat tema mengenai peran masyarakat dan keluarga petani dalam mengamankan sistem pangan.
Forum ini juga membahas perjuangan masyarakat petani kecil, masyarakat adat dan petani perempuan dalam memitigasi dampak pandemi Covid-19.
Sebagian besar topik dari rangkaian konferensi ini membahas situasi, tantangan dan peluang petani kecil di Asia saat ini, serta kontribusi mereka dalam upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Pada Kamis (8/10/2020), digelar konferensi pers membahas tentang dampak pandemi Covid-19 pada pengguna lahan lokal dan masyarakat untuk memiliki, mengontrol dan mengelola tanah serta sumber daya alam.
Baca: Ormas Desak Pemerintah Laksanakan Reforma Agraria Sejati dan Batalkan Omnibus Law
Koordinator Regional ILC Asia di Indonesia, Saurlin Siagian menyampaikan bagaimana Covid-19 memengaruhi mereka yang bekerja di lahan.
Baca: Akademisi: Kebijakan Kawasan Hutan Hambat Reforma Agraria
Tetapi disisi lain, situasi ini membuat lahan memberikan keamanan, peningkatan produktivitas, peluang dan telah menjadi instrumen penting untuk melindungi kelompok yang paling rentan dalam menghadapi pandemi.
"Di dalam kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya seperti ini, kita diingatkan akan pentingnya solidaritas kawasan untuk merespon dampak langsung dari krisis pandemi. Pemerintah harus bekerja bahu membahu dengan masyarakat sipil dan berjuang untuk dunia yang lebih berkelanjutan untuk semua," tutur Saurlin melalui keterangan resmi, Kamis (8/10/2020).
Seperti yang dilaporkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), meski masyarakat petani di Asia memproduksi sebagian besar pangan dunia, mereka tetap tidak memiliki kontrol atas keamanan dan ketahanan pangan.
Selain itu, kebijakan pemerintah untuk memastikan ketahanan pangan di masa Covid-19 cenderung parsial, karena dianggap gagal memperhitungkan peran kunci yang dimainkan masyarakat petani untuk mempromosikan sistem pangan yang berkelanjutan, tangguh dan beragam.
Perwakilan People's Campaign for Agrarian Reform Network (AR Now!) di Filipina, Anthony Marzan mengatakan bahwa pihaknya menyerukan kepada pemerintah-pemerintah di Asia untuk menanggapi kebutuhan ini melalui kebijakan dan program di bawah Rencana Aksi Nasional.
"Rencana ini yang akan memperkuat sistem pertanian berkelanjutan, guna mendukung pendekatan multi-pemangku kepentingan yang inklusif, yang memprioritaskan mata pencaharian masyarakat petani kecil," sebut Anthony.
Inisiatif yang dipimpin oleh ILC Asia telah memainkan peran penting dalam mitigasi krisis dengan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat lokal, mendistribusikan paket makanan pokok dan meningkatkan kesadaran akan tindakan perlindungan.
Diskusi ILC Asia hari ini juga membahas konteks membangun sistem pangan yang berkelanjutan, tangguh dan inklusif.
Tak ketinggalan, ILC Asia juga menyoroti tentang meningkatnya gelombang perampasan tanah di Asia saat lockdown akibat pandemi.
Perwakilan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Indonesia, Ferry Widodo menjelaskan bahwa reformasi kebijakan yang lebih kuat harus dilaksanakan dari skala daerah hingga nasional untuk mengurangi konflik lahan di wilayah.
"Sampai saat ini, perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia belum mengungkapkan resolusi kepada masyarakat dan keluarga petani secara terbuka, sehingga kita perlu melakukan tindakan untuk melawan isu perampasan tanah yang kini terjadi," tambah Ferry.
Selanjutnya, diskusi ini juga membahas peran komunitas pastoral atau peternak yang nomaden, juga masyarakat adat dalam mengedepankan sistem pangan yang tangguh.
Perwakilan MARAG India, Dinesh Rabari menekankan bahwa kita perlu mengakui peran komunitas pastoral yang esensial untuk memenuhi ketahanan pangan karena mereka juga merupakan produsen makanan.
"Ketahanan pangan hanya akan dapat dicapai ketika komunitas pastoral dapat diperbolehkan untuk menjalankan gaya hidup nomaden mereka dan dilindungi oleh pemerintah India," jelas Dinesh.
Kaum peternak dan pastoral di negara-negara Asia Selatan seperti India seringkali disalahkan karena menyumbang emisi karbon melalui gas metana dari ternak.
Melalui Asia Land Forum 2020, ILC berkomitmen untuk menghasilkan dan mengembangkan rencana aksi dan inisiatif di antara anggota dan pemangku kepentingan untuk melindungi para pembela hak atas tanah guna mencapai sistem pangan yang lebih berkelanjutan, tangguh dan inklusif.
Foto : Istimewa. Asia Land Forum 2020.