News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Anggota Tim Perumus Omnibus Law: Sasaran UU Cipta Kerja Adalah Para Pencari Kerja

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah mahasiswa dan pelajar melakukan aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jalan Basuki Rahmat, Kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis (8/10/2020). Buruh dan mahasiswa berkumpul untuk melakukan aksi menuju Gedung Grahadi. Surya/Ahmad Zaimul Haq

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Tim Perumus Omnibus Law APINDO/KADIN Aloysius Budi Santoso memaparkan tujuan besar dari Omnibus Law klaster Ketenagakerjaan adalah membuat sektor usaha menjadi lebih maju.

Usaha yang maju pun akan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

"Kita harus memahami sebagai pengusaha bahwa selama ini kita menghadapi berbagai macam tantangan. konteksnya saya melihat apa yg dibuat pemerintah cukup baik yaitu bagaimana membuat usaha ini berkembang," kata Aloysius dalam webinar bertajuk Implikasi UU Cipta Kerja Bagi Pekerja dan Dunia Usaha, Jumat (9/10/2020).

Dia menekankan UU Cipta Kerja membuat lingkungan bisnis di Indonesia bakal lebih kondusif sehingga tidak hanya investor dari luar yang mau masuk, tetapi juga investor dalam negeri.

"Situasi tersebut membuat makin banyak orang mau berbisnis makin banyak juga tercipta lapangan pekerjaan. Jadi sasarannya para pencari kerja," tukasnya.

Aloysius menambahkan bahwa APINDO pada dasarnya mensupport keinginan pemerintah karena UU Cipta Kerja sasarannya kepada para pencari kerja.

"Kami sebagai pengusaha itu betul, kalau kita makin mudah berusaha, bisnis berkembang, maka kita bisa makin banyak memiliki karyawan," imbuh pria yang juga Chief Corporate Human Capital Development PT Astra International Tbk.

Menurut dia, Omnibus Law Cipta Kerja selain menampung tenaga kerja baru juga difokuskan pada aspek perlindungan pekerja (existing).

Selama hampir satu tahun mengawal diskusi tentang Omnibus Law Cipta Kerja, Aloysius menyebut yang perlu dipahami dalam membaca UU Cipta Kerja adalah harus dikolaborasikan dengan UU terkait.

Jika ada pasal-pasal yang tidak tercantum dalam UU Cipta Kerja, artinya masih memanfaatkan UU 13/2003.

“Ada beberapa komunikasi di publik yang kurang tepat. Misalnya, orang yang haid tidak lagi dapat cuti? Itu tidak tepat. Di UU Cipta Kerja memang tidak dicantumkan. Itu berarti pasal-pasal di UU Ketenagakerjaan masih ada. Ini diplesetkan di publik tanpa memahami konsep regulasi itu bekerja,” kata Aloysius.

RUU Ciptaker telah disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR di Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020).

Baca: Pakar Hukum UGM Tolak UU Cipta Kerja: Tekanan Publik Harus Dilakukan, Selain Judicial Review

Rapat paripurna diikuti 318 anggota dewan yang hadir secara fisik dan virtual, dari total anggota sebanyak 575 orang.

Dengan kata lain, ada 257 anggota dewan tidak mengikuti rapat tersebut. Saat akan disahkannya RUU Cipta Kerja, Fraksi Demokrat menyatakan keluar atau walk out dari jalannya rapat paripurna.

Baca: Menyimak Janji Manis UU Cipta Kerja untuk Buruh: Dari Soal Hak Cuti Haid Sampai Upah Minimum

RUU Cipta Kerja memiliki 15 Bab yang terdiri 185 pasal, mulai dibahas sejak 20 April 2020 hingga 3 Oktober 2020.

RUU Cipta Kerja disetujui tujuh fraksi untuk disahkan dan dua menolak yaitu Fraksi Demokrat serta Fraksi PKS.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini