Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) kuartal III 2020 pada Kamis (5/11/2020).
Pengumuman ini sangat dinanti, pasalnya ekonomi RI akan dinyatakan resesi jika pertumbuhan kembali minus.
BPS sebelumnya merilis pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II 2020 minus 5,32 persen (year on year/yoy).
Baca juga: Aduh, Hari Ini IHSG Minus 1,05 Persen karena Indonesia Akan Resesi
Baca juga: PAN Minta Pemerintahan Jokowi Mencontoh Negara Lain Keluar Lebih Cepat dari Resesi Ekonomi
Baca juga: Resesi Dunia Dipicu Perang Dagang AS-China
Suatu negara baru dikatakan mengalami resesi setelah mengalami kontraksi PDB dalam dua kuartal beruntun secara tahunan.
Pemerintah RI sendiri sudah melakukan berbagai upaya agar kontraksi pertumbuhan ekonomi tidak terlalu dalam melalui pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pemberian insentif, bantuan sosial, dan lainnya.
Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III di kisaran minus 1 persen hingga minus 2,9 persen dan keseluruhan tahun di minus 0,6 persen hingga minus 1,72 persen.
Dia optimistis ekonomi bisa tumbuh hingga 5 persen di kuartal akhir 2020 didorong belanja pemerintah.
"Kita akan lihat sampai kuartal IV nanti tetap terjaga di sekira 5 persen pertumbuhannya. Tentu dengan asumsi bahwa seluruh momentum belanja dan eksekusi belanja PEN (pemulihan ekonomi nasional) dan KL (kementerian dan lembaga) tetap terjaga," ujarnya saat konferensi pers virtual, Selasa (27/10/2020).
Sementara dari sisi konsumsi rumah tangga, pemerintah memproyeksikan di dua kuartal terakhir 2020 bisa kembali ke titik nol persen dari minus dalam di kuartal II.
"Dari kuartal III hingga kuartal IV, kita harapkan akan mulai dekati titik nol persen. Kalau di kuartal II konsumsi rumah tangga alami kontraksi minus 5,5 persen," kata Sri Mulyani.
Ramalan Jokowi hingga Sri Mulyani
Pemerintah telah beberapa kali menyinggung kinerja perekonomian di kuartal III tahun ini. Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, hingga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020 bakal kembali negatif.
Hanya saja, realisasi pertumbuhan ekonomi bakal lebih baik jika dibandingkan kuartal II yang lalu.
Presiden Jokowi menyampaikan pada kuartal III diperkirakan pertumbuhan ekonomi bakal kembali mengalami kontraksi, yakni sebesar 3 persen.
"Di kuartal ketiga ini juga mungkin sehari, dua hari, tiga hari akan diumumkan BPS juga masih berada di minus, perkiraan kita masih di angka minus 3 naik sedikit," kata Jokowi, dikutip melalui siaran langsung YouTube Sekretariat Presiden.
Menurut Jokowi, perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia ini menunjukkan tren yang positif. Sebab, ekonomi telah bergerak ke angka yang lebih baik.
"Itu trennya membaik, trennya positif. Ini yang harus ditekankan nanti kalau ada pengumuman di BPS trennya membaik, trennya positif," ujar Jokowi.
Bahkan, kata Jokowi, angka pertumbuhan ekonomi Tanah Air masih jauh lebih baik dibandingkan negara lain.
"Dan ini memang kalau dibandingkan negara lain masih jauh lebih baik," tutur dia.
Hal senada diungkapkan oleh Menko Airlangga. Namun demikian, pihaknya optimistis realisasi laju perekonomian akan terus membaik hingga akhir tahun.
Menurut Airlangga outlook perekonomian RI hingga akhir tahun mencapai minus 1,7 persen hingga positif 0,6 persen.
"Forecast tahun depan, berbagai lembaga sudah menilai ekonomi kita akan kembali positif yaitu 4,5 sampai 5 persen," ucapnya.
Adapun Sri Mulyani memandang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III akan berada di kisaran minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen. Angka tersebut lebih dalam jika dibandingkan dengan proyeksi awalnya, yakni sebesar minus 2,1 persen hingga 0 persen.
Adapun keseluruhan, pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun akan berada di kisaran minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen. Sebelumnya, proyeksi Sri Mulyani berada di kisaran minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen.
"Kementerian Keuangan merevisi forecast untuk September, sebelumnya untuk tahun ini minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen. Forecast terbaru September untuk 2020 di minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual, Selasa (22/9/2020)
Sudah Resesi?
Pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya juga sempat mengeluarkan pernyataan Indonesia sebenarnya telah mengalami resesi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu mengatakan, laju perekonomian Indonesia telah melambat sejak kuartal I-2020.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal I lalu, perekonomian RI hanya tumbuh 2,97 persen.
Jauh lebih rendah dibanding pada kuartal IV-2019 yang sebesar 4,97 persen.
Pada kuartal II-2020, pertumbuhan ekonomi pun terperosok lebih dalam, yakni masuk ke zona negatif 5,32 persen.
"Kemudian kuartal III kita expect di kisaran -2,9 persen hingga -1 persen, berarti sudah resesi, sudah terjadi perpanjangan perlambatan ekonomi kita," ujar Febrio dalam video conference, Jumat (25/9/2020).
Namun dia berharap, pada kuartal IV tahun ini kinerja perekonomian kian membaik.
Di sisi lain, pemerintah juga berambisi agar kinerja perekonomian bisa kembali pulih memasuki tahun 2021.
Pemerintah pun di dalam RAPBN 2021 menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,5 persen hingga 5,5 pesen.
"Kalau kita lihat 2020 itu basis pertumbuhannya rendah, sehingga tumbuh 4,5 persen hingga 5,5 persen itu harusnya realistis di 2021," ujar Febrio.
"Tapi memang bukan tanpa kerja keras, harus kita lakukan berbagai kebijakan ke arah yang membuat perekonomian makin kuat untuk pulih dan tenaga kerja juga kian pulih," lanjut dia.
Tidak Perlu Panik
Direktur Riset CORE (Center of Reform on Economics) Piter Abdullah memprediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan kuartal IV juga kemungkinan masih mengalami minus.
"Apabila perkiraan ini benar-benar terjadi, maka Indonesia pada bulan Oktober nanti akan secara resmi dinyatakan resesi," kata Piter beberapa waktu lalu
Menurutnya, pandemi Covid-19 membuat pertumbuhan ekonomi dipastikan negatif.
Piter menegaskan resesi menjadi sebuah kenormalan baru, saat ini semua negara diyakini tinggal menunggu waktunya saja untuk menyatakan secara resmi sudah mengalami resesi.
"Semua negara berpotensi mengalami resesi. Perbedaannya hanya masalah kedalaman dan kecepatan recovery. Negara-negara yang bergantung kepada ekspor, kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi sangat tinggi akan mengalami double hit, sehingga kontraksi ekonomi akan jauh lebih dalam," terangnya.
Piter mengimbau jika resesi benar terjadi masyarakat jangan panik.
Dia bilang yang lebih penting bagaimana dunia usaha bisa bertahan di tengah resesi.
Sumber: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III Diramalkan Kembali Negatif, Indonesia Resesi?