Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Chatib Basri menilai, perekonomian Indonesia tahun depan belum kembali normal meski perlahan sudah mulai turn around.
“Tahun 2021, ekonomi mungkin hanya bisa beroperasi 70-80 persen. Dalam kondisi seperti ini, di mana ekspor masih lemah, investasi swasta masih terbatas, kita masih harus tergantung kepada fiskal stimulus,” terang Chatib, Jumat (6/11/2020).
Dia menegaskan hal yang harus diperhatikan adalah persoalan ketimpangan.
”Ekonomi bisa pulih tapi timpang, karena itu fiskal stimulus juga harus memperhatikan ini dalam design fiskal stimulusnya,” imbuhnya.
Menurutnya, setelah permintaan bergerak kemudian kebijakan moneter dengan penurunan bunga dan ekspansi kredit akan jauh lebih efektif.
Mantan menteri keuangan tersebut menekankan pentingnya meningkatkan upaya mengatasi pandemi.
Dia bilang pandemi yang merebak lagi bakal membuat pemulihan bisa berbentuk huruf W. Sebab itu faktor kesehatan amatlah penting.
Baca juga: Indonesia Resesi, Chatib Basri Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Akan Positif di Kuartal I 2021
“Jika pemerintah ingin memberikan vaksin kepada 25 juta penduduk, maka per hari harus dilakukan vaksinasi 68 ribu orang. Kalau toh sanggup dibutuhkan satu tahun penuh untuk. Artinya situasi normal baru terjadi tahun 2022,” kata Chatib.
Baca juga: Masuk Jurang Resesi, INDEF Sarankan Pemerintah Rombak Program Stimulus PEN
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi RI yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) terkontraksi minus 3,49 persen di kuartal III 2020 (year-to-year/yoy).
"Kalau kita bandingkan posisi triwulan ketiga tahun lalu masih mengalami kontraksi 3,49 persen. PDB Indoneisa menunjukkan pertumbuhan signifikan secara kuartalan sebesar 5,05 persen," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam paparan virtual, Kamis (5/11/2020).
Menurutnya, pertumbuhan kuartalan menjadi modal yang bagus untuk tahun 2021. "Secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I sampai dengan triwulan III masih terkontraksi 2,03 persen," tuturnya.
Suhariyanto menambahkan, kontraksi pertumbuhan ekonomi tidak terlalu dalam setelah diberlakukannya pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).