TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium di Jawa, Madura dan Bali (Jamali) akan dihentikan mulai 1 Januari 2021.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), MR Karliansyah mengatakan, kepastian tersebut ia sampaikan berdasarkan informasi yang disampaikan seorang direktur operasi PT Pertamina (Persero) dalam sebuah pertemuan pada Senin (9/11/2020) malam lalu.
"Syukur alhamdulillah Senin malam yang lalu saya bertemu dengan Direktur Operasi Pertamina. Beliau menyampaikan bahwa per 1 Januari 2021 Premium di Jamali khususnya itu akan dihilangkan, kemudian menyusul kota-kota lainnya di Indonesia," ujar Karliansyah dalam webinar yang digelar YLKI, Jumat (12/11/2020).
Karliansyah menjelaskan, pemerintah memang berkomitmen mengendalikan pencemaran dari kendaraan bermotor.
Baca juga: Benarkah BBM Jenis Premium Akan Dihapus Mulai 1 Januari 2021?
Komitmen itu lantas dituangkan dalam Peraturan Menteri LHK tanggal 7 April 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buangan Kendaraan Bermotor Baru untuk Kategori M, N dan O.
Beleid itu menurunkan kadar maksimal sulfur di bensin dan solar dari 500 ppm menjadi 50 ppm.
Penghapusan Premium merupakan langkah pemerintah untuk menekan angka konsumsi BBM dengan nomor oktan 88 itu.
Namun keberhasilan ini sangat bergantung dari penyedia BBM bermutu baik di masyarakat. Pasalnya, berdasarkan data KLHK, Premium masih mendominasi konsumsi bensin di masyarakat.
"Premium masih mendominasi 55 persen penjualan bensin," kata Karliansyah.
Data penjualan bensin menunjukkan Premium dan Pertalite yang mempunyai RON di bawah 91 memang masih mendominasi.
Premium yang memiliki angka RON 88 masih mendominasi 55 persen penjualan bensin, dan Petralite yang memiliki RON 90 menempati 33 persen penjualan.
Kualitas BBM ramah lingkungan menurutnya memang lebih mahal dibandingkan kualitas rendah, sehingga masyarakat kemudian banyak yang lebih memilih membeli BBM kualitas rendah tersebut.
Padahal untuk kendaraan yang digunakan saat ini, teknologi sudah tidak sesuai dengan Premium, Petralite atau Solar.
Baca juga: Kebutuhan BBM di SPBU Tol Trans Jawa Meningkat Hampir 300 Persen Saat Libur Panjang
"Ini tantangan yang harus kita hadapi bersama," ucapnya.
Karliansyah juga berharap implementasi Euro 4 tidak memerlukan waktu yang terlalu lama.
Para pemasok bahan bakar juga diharapkan bisa segera dapat membangun kilang yang dapat memenuhi kebutuhan bahan bakar ramah lingkungan.
"Sebaliknya, konsumen juga mendorong untuk memilih bahan bakar yang lebih ramah lingkungan meskipun harga lebih mahal dibanding bahan bakar yang lebih kotor," ujar Karliansyah.
Sementara itu Vice President (VC) Promotion dan Marketing Communication Pertamina Dholly Arifun Dahlia mengatakan sebenarnya pihaknya tidak berupaya menghilangkan Premium.
Namun, dalam programnya sampai dengan Desember 2020, dilakukan pengurangan titik pasok.
Berbarengan dengan hal tersebut, Pertamina juga mengedukasi masyarakat soal manfaat penggunaan Pertalite dan ada program penyamaan harga dengan Premium.
"Kemudian dua bulan dikurangi menjadi diskonnya Rp 800, kemudian dua bulan lagi Rp 400. Tapi tetap ada premium sampai Desember," kata Arifun.
Pertamina mencatat porsi BBM Premium terhadap seluruh penjualan BBM sebanyak 35 persen per Februari 2020.
Dengan adanya program langit biru, Pertamina menargetkan pengurangan BBM 5-10 persen komposisinya terhadap Pertalite, Pertamax dan Pertamax Turbo.(tribun network/rey/dod)