News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cukai Rokok Naik, Saham Emiten Rokok Tergerus, Asosiasi Bilang Banyak Pabrik Akan Bangkrut

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kementerian Keuangan akhirnya memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok pada 2021.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan akhirnya memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok pada 2021.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, tarif cukai rokok tahun depan bakal naik sebesar 12,5 persen.

"Kita akan menaikkan cukai rokok dalam hal ini sebesar 12,5 persen," ujar Sri Mulyani dalam keterangan pers secara virtual, Kamis (10/12/2020).

Mematikan IHT

Menanggapi hal itu, Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Azami Mohammad menyampaikan, keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai rata-rata sebesar 12,5 persen sama dengan mematikan industri hasil tembakau (IHT).

Menurutnya, industri tengah mengalami goncangan setelah kenaikan cukai yang eksesif di 2020 serta hantaman krisis pandemi Covid-19.

“Dampak dari kenaikan cukai ini pertama, akan banyak pabrik gulung tikar. Tidak hanya tarif cukai golongan 1 saja yang naik tinggi, tapi juga tarif cukai di golongan 2A dan 2B. Padahal cukai golongan 2A dan 2B diisi oleh pabrikan kecil menengah,” ucap Azami kepada media, Jumat (11/12/2020).

Sementara di cukai golongan 1 harganya sudah terlampau tinggi, tidak sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat.

Maka otomatis produksi dan omzet pabrikan akan turun drastis, tinggal tunggu saatnya pabrik gulung tikar.

KNPK juga menilai sektor pertanian tembakau dan cengkeh akan mengalami penurunan baik secara kualitas maupun kuantitas.

Hal itu lantaran komponen produksi yang biasanya dipangkas oleh pabrikan adalah bahan baku baik secara kualitas maupun kuantitas.

“Nantinya pertanian tembakau dan cengkeh akan berkurang kualitas maupun kuantitasnya. Petani akan rugi besar, begitupun perekonomian di wilayah-wilayah sentra tembakau dan cengkeh,” ujar Azami.

Kemudian maraknya peredaran rokok ilegal yang akan akan tumbuh subur ketika harga rokok legal sudah tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat.

“Kenaikan tarif cukai di 2021 sangat tidak masuk akal. Pemerintah juga seakan tidak punya nurani di tengah kondisi krisis seperti ini, malah justru menambah beban masyarakat,” urainya.

Saham Rokok Tergerus

Perusahaan rokok terus longsor merespon pemerintah yang menaikan harga cukai tembakau sebesar 12,5 persen.

PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) pada Jumat (11/12/2020) pagi ini masih anjlok 70 poin atau 4,19 persen ke level Rp 1.600 per lembar saham.

Sementara PT Gudang Garam Tbk (GGRM) makin anjlok 2.200 poin atau 4,97 persen ke level Rp 42.075 per lembar saham.

Sebelumnya, setelah pengumuman yang berlangsung pada Kamis (10/12) pukul 11.00 WIB, saham-saham rokok ikut rontok.

PT Gudang Garam Tbk (GGRM) merosot 6,99 persen ke level Rp 44.275 per saham, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) -6,96 persen ke posisi Rp 1.670, PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) -1,07 persen menjadi Rp 370, dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) ditutup stagnan pada Rp 595 dengan kisaran perdagangan Rp 560-Rp 660 per saham.

Analis Samuel Sekuritas Yosua Zisokhi menilai, penurunan ini disebabkan oleh kenaikan tarif cukai tahun 2021 yang di luar ekspektasi pelaku pasar.

"Investor berasumsi bahwa kenaikan cukainya kecil pada tahun depan, tetapi ternyata SKM naik 16 persen dan SPM naik 18 persen. Jadi, cukup wajar harga sahamnya mengalami penurunan," katanya.

Menurut Yosua, saat ini investor tengah kembali menganalisis nasib industri rokok untuk ke depannya, terutama ketika pandemi Covid-19 selesai. Pasalnya, saat pandemi dan daya beli sedang lemah saja, kenaikan cukainya tergolong tinggi.

Terkait dengan sahamnya meski sudah turun dalam, ia melihat saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengoleksi saham rokok. Di samping itu, ada hal lain yang perlu diperhatikan, yakni preferensi investor global yang saat ini cenderung lebih ke saham-saham berbasis Environmental, Social, and Corporate Governance (ESG).

"Sehingga minat investor global di saham-saham rokok Indonesia bisa menurun," ucap Yosua.

GAPPRI: Tidak Wajar di Tengah Pandemi

Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menilai keputusan pemerintah menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) Tahun 2021 di masa pandemi Covid-19 sangatlah tidak wajar.

“Tidak wajar sebab kinerja industri sedang turun akibat pelemahan daya beli karena ada pandemi dan kenaikan cukai sangat tinggi di tahun 2020 kemarin,” kata Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan, Kamis (10/12/2020).

“Apalagi saat ini angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi masih minus,” terang dia.

Baca juga: Tarif Cukai Rokok Naik Lagi 12,5 Persen, Begini Alasan Sri Mulyani dan Reaksi YLKI 

Menurutnya, kenaikan cukai yang sangat tinggi di tahun 2021 diperkirakan akan berdampak pada semakin maraknya rokok ilegal, kematian industri menengah-kecil, serta serapan bahan baku.

“Kenaikan cukai yang tinggi ini menyebabkan gap harga antara rokok ilegal dengan legal semakin jauh. Bertambahnya jumlah penindakan rokok ilegal dapat diartikan semakin maraknya rokok ilegal, bahkan terus meningkat akibat gap yang semakin tinggi,” ujar Henry.

Rincian

Adapun untuk rincian kenaikan tarif cukai masing-masing golongan hasil tembakau sebagai berikut:

Sigaret Putih Mesin

1. Sigaret Putih Mesin Golongan I 18,4 persen

2. Sigaret Putih Mesin Golongan IIA 16,5 persen

3. Sigaret Putih Mesin Golongan IIB 18,1 persen

Sigaret Kretek Mesin

1. Sigaret Kretek Mesin Golongan I 16,9 persen

2. Sigaret Kretek Mesin Golongan IIA 13,8 persen

3. Sigaret Kretek Mesin Golongan IIB 15,4 persen

Untuk diketahui, pembahasan kebijakan terkait cukai hasil tembakau tahun ini cukup alot.

Pengumuman kenaikan tarif cukai yang biasanya dilakukan di akhir Oktober pun molor hingga awal Desember ini.

Baca juga: Tarif Cukai Rokok Resmi Naik 12,5 Persen di 2021

Baca juga: Pemerintah Diharapkan Beri Relaksasi Cukai bagi IHT Akibat Pandemi Covid-19

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, hal itu terjadi lantaran kebijakan tersebut digodok dalam suasana pandemi Covid-19.

Sehingga pemerintah perlu untuk menyeimbangkan aspek unsur kesehatan dengan sisi perekonomian, yakni kelompok terdampak pandemi seperti pekerja dan petani.

"Sehingga dalam hal ini kita mencoba menyeimbangkan aspek unsur kesehatan di saat yang sama mempertimbangkan kondisi perekonomian umum, yang terdampak Covid-19 terutama kelompok pekerja dan petani," ujar Sri Mulyani.

Tarif cukai rokok kretek tangan (SKT) tidak naik

Sri Mulyani pun menjelaskan, untuk kelompok industri sigaret kretek tangan tidak mengalami kenaikan tarif cukai.

Hal itu terjadi lantaran industri tersebut termasuk industri padat karya yang mempekerjakan 158.552 buruh.

Menteri Keuangan Sri Mulyani.

"Artinya kenaikannya 0 persen untuk sigaret kretek tangan yang memiliki unsur tenaga kerja terbesar," ujar Sri Mulyani.

“SKT tarif cukainya tidak berubah atau dalam hal ini tarif cukainya tidak dinaikan. Artinya kenaikannya 0%,” kata Menkeu.

Menkeu mengatakan, kebijakan tersebut diambil karena industri hasil tembakau (IHT) SKT paling banyak memiliki tenaga kerja dibandingkan dengan rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) maupun sigaret putih mesin (SPM).

Sri Mulyani Sebut Harga Rokok Semakin Mahal di 2021, Makin Tidak Dapat Terbeli

Kementerian Keuangan menyatakan, kenaikan cukai hasil tembakau sebesar 12,5 persen akan menyebabkan rokok menjadi lebih mahal.

Menteri Keuangan menjelaskan, affordability index-nya juga akan naik dari tadinya 12,2 persen menjadi antara 13,7 persen hingga 14 persen.

"Sehingga (rokok) makin tidak dapat terbeli," ujarnya.

Baca juga: Kenaikan Tarif Cukai Rokok Dinilai Akan Membuat Rokok Ilegal Makin Marak

Baca juga: 5 Pertimbangan Menkeu Sri Mulyani soal Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Menkeu menuturkan pemerintah berharap dapat menurunkan prevalensi merokok pada anak-anak dan perempuan.

"Prevalensi secara umum turun dari 33,8 persen menjadi 33,2 persen pada 2021," tegas Sri Mulyani.

Sementara itu, untuk anak 10-18 tahun akan tetap diupayakan diturunkan sesuai target RPJMN.

Adapun, targetnya yaitu menurunkan dari level prevalensi 9,1 persen ke 8,7 persen pada 2024.

Sri Mulyani mengungkapkan kenaikan cukai hasil tembakau ini akan menyebabkan rokok lebih mahal atau indeks keterjangkauannya naik dari 12,2 persen menjadi 13,7 - 14 persen.

Baca juga: Pemerintah Diharapkan Merujuk UU Cukai dalam Membuat Kebijakan Cukai Rokok

Harga Rokok Naik Februari 2021

Kementerian Keuangan menyatakan, kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau sebesar 12,5 persen akan efektif berlaku mulai 1 Februari 2021.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, adanya jeda antara Desember 2020 hingga Januari 2021 untuk merampungkan dari sisi teknis.

"Ini untuk memberikan kesempatan kepada jajaran Bea Cukai dan industri dari mulai pencetakan pita cukai yang baru dan industri untuk melakukan adjustment dalam hal pelekatan cukai hasil tembakau," ujarnya.

Sri Mulyani menjelaskan, jajaran Bea Cukai akan membentuk Satuan Tugas di dalam rangka untuk melayani terkait dengan penerbitan dan penetapan pita cukai.

"Dengan tarif yang baru ini, Peraturan Menteri Keuangan saat ini sedang dalam proses harmonisasi yang diharapkan akan segera diundangkan," katanya.

Sementara itu, dia menambahkan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan memastikan bahwa proses transisi dari kebijakan yang baru ini.

"Supaya kebijakan yang akan mulai berlaku 1 Februari 2021 dapat berjalan tanpa hambatan dan saya meminta kepada seluruh jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan sosialisasi terkait berbagai aturan akibat kenaikan cukai hasil tembakau ini," pungkasnya.

Sumber:

Sri Mulyani: Tarif cukai rokok kretek tangan (SKT) tidak naik

Sah, Sri Mulyani Naikkan Cukai Rokok 12,5 Persen untuk Tahun Depan

Saham HMSP & GGRM tertekan kenaikan tarif cukai rokok, ini rekomendasi analis

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini