News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sejalan dengan Semangat Cipta Kerja, Kewajiban Kerja Sama OTT Datangkan Investasi Baru di Indonesia

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Founder Sobat Cyber Indonesia, Al Akbar Rahmadillah.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagai turunan dari UU Cipta Kerja, Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (RPP Postelsiar) memiliki tujuan untuk menambah lapangan kerja di Indonesia.

Tujuan pemerintah untuk membuka lebih banyak lapangan pekerjaan akan terwujud jika investasi yang datang ke Indonesia juga meningkat.

Peningkatan investasi inilah yang menjadi sasaran utama pada berbagai pengaturan dalam RPP Postelsiar.

Baca juga: Kewajiban Kerja Sama OTT Asing dengan Mitra Lokal di RPP Postelsiar Ciptakan Ketahanan Ekonomi 

Upaya Pemerintah untuk menjaring lebih banyak investasi di sektor pos, telekomunikasi, dan penyiaran mendapatkan perhatian khusus dari founder Sobat Cyber Indonesia, Al Akbar Rahmadillah.

Terutama terkait dengan pengaturan kewajiban kerja sama antara penyelenggara Over The Top (OTT) dengan penyelenggara telekomunikasi.

Bukan tanpa alasan, layanan OTT yang semakin berkembang telah menghasilkan nilai ekonomi yang besar.

Melalui kewajiban kerja sama tersebut, diyakini akan mendatangkan investasi baru yang besar bagi Indonesia.

Akbar menilai pengaturan kewajiban kerja sama antara penyelenggara OTT dengan penyelenggara telekomunikasi merupakan hal yang tepat.

"Kewajiban kerja sama ini sudah tepat. Melalui kewajiban kerja sama, OTT dapat layanan yang lebih baik dari operator. Operator pun mendapatkan dukungan dalam berinvestasi untuk mengembangkan infrastrukturnya," ucap Akbar melalui keterangannya, Selasa (9/2/2021).

Baca juga: Untungkan OTT Asing, Kewajiban Kerjasama dengan Penyelenggara Jasa atau Jaringan Telekomunikasi

"Kapasitas dan cakupan jaringan dan data center nasional akan meningkat. Investasi ini tentu akan membuka banyak lapangan kerja. Ini kan yang selama ini kita tunggu-tunggu. Apalagi kewajiban ini merupakan mitigasi untuk menjaga kedaulatan digital," lanjutnya.

Sebagai aktivis muda di dunia digital, Akbar melihat kewajiban kerja sama ini berdampak langsung terhadap pembukaan berbagai lapangan pekerjaan di sektor telekomunikasi dan digital.

"Investasi ini strategis. Lapangan kerja yang dibuka nantinya akan banyak menyerap digital talent Indonsia. Yang akan diuntungkan nantinya adalah generasi milenial Indonesia, UMKM dan penggiat konten Indonesia. Untuk itu, pengaturan kewajiban kerja sama ini sangat perlu kita dukung dan perjuangkan," ujarnya.

Akbar melihat pengaturan kewajiban kerja sama tersebut telah mendapatkan dukungan dari berbagai pihak di Indonesia.

"Tujuan pengaturan ini mulia dan cita-cita bersama. Karena itu, pengaturan ini didukung berbagai elemen masyakarat. Di media kan sudah banyak asosiasi yang bersuara," ucapnya.

"Mastel (Masyarakat Telematika Indonesia) selaku induk asosiasi telekomunikasi dan digital di Indonesia saja telah menyatakan dukungannya. Selain itu, APJI (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), APJATEL (Asosiasi Penyelenggara Jaringa Telekomunikasi), dan APNATEL (Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi) juga dengan tegas mendukung," lanjutnya.

Disamping dukungan, Akbar juga menyampaikan adanya penolakan dari beberapa pihak karena tidak mau tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Perwakilan regional dari beberapa penyelenggara OTT menyatakan keberatan terhadap regulasi ini.

Bagi Akbar, keberatan ini tidak lepas dari persaingan berebut investasi di kawasan.

"Wajar lah. Itu yang keberatan kan VP regionalnya OTT saja. Mereka kan ngantor di Singapore. Kalau regulasi ini jalan, mereka kan pindah investasi ke Indonesia. Sedangakan OTT Global lainnya yang sudah investasi di Indonesia tidak menolak kewajiban kerja sama. Artinya, penolakan ini bisa dilokalisir karena kepentingan pihak tertentu di Kawasan saja. Pasar terbesar OTT di kawasan ini kan Indonesia, investasinya ya harus di Indonesia juga dong," kata Akbar.

Namun, sangat disayangkan oleh Akbar adanya segelintir pihak di dalam negeri yang mau di-adu domba untuk ikut-ikutan menyatakan penolakannya.

Akbar meyakini pihak tersebut tidak paham telah dimanfaatkan oleh penyelenggara OTT global yang tidak mau berinvestasi di Indonesia.

Bagi Akbar, penolakan ini sama saja dengan mengkhianati perjuangan bangsa.

“Sangat disayangkan ada asosiasi kecil yang menolak. Kita semua paham, di sana kan ada penyelenggara OTT global yang tidak mau invest di Indonesia," ujar Akbar.

Melihat hal tersebut, Akbar tidak hilang asa.

Dia mengajak semua pihak di Indonesia untuk merapatkan barisan. Momen ini adalah kesempatan terbaik bagi pemerintah Indonesia untuk memenangkan persaingan menggandeng investor asing masuk ke Indonesia.

Seluruh anak bangsa harus kompak mendukung Pemerintah mengatur kewajiban kerja sama antara penyelenggara OTT dengan penyelenggara telekomunikasi.

Kalau kita tidak kompak, negara lain yang akan bertepuk tangan. Dampaknya, investasi yang seharusnya didapatkan oleh Indonesia malah berbelok ke negara tetangga.

"Jangan mau di-adu domba negara sebelah. Ini bukan isu layanan OTT, ini kan negara sebelah yang tidak mau kehilangan investasi. Indonesia harus solid. Kalau kita kompak, investasi tidak akan berbelok ke negara tetangga. Investasi akan ke Indonesia. Yakinlah kewajiban kerja sama ini juga akan saling menguntungkan semua pihak, everybody happy," pungkas Akbar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini