TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –Terus bertambahnya jumlah penduduk di suatu negara tidak hanya membawa manfaat bonus demografi, namun juga menimbulkan persoalan klasik berupa tumpukan sampah.
Ya, meningkatnya jumlah penduduk otomatis akan berbanding lurus dengan volume sampah yang dihasilkan manusia. Sementara daya tampung tempat pembuangan akhir (TPA) yang mengandalkan sistem open dumping semakin terbatas.
Mengutip data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemerintah memperkirakan jumlah timbunan sampah di Indonesia mencapai 67,8 juta ton sampai akhir 2020 lalu.
Baca juga: Komite III DPD RI Ajak Masyarakat Sulap Sampah Plastik Jadi Kerajinan Ecobrick
Jakarta, sebagai Ibu Kota negara dengan jumlah penduduk mencapai 10,56 juta jiwa memproduksi 7.500 - 8.000 ton sampah per hari. Jumlah fantastis yang menurut Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta jika ditumpuk dalam setahun bisa setinggi Candi Borobudur.
Mengolah Limbah Menjadi Listrik
Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK menyebutkan, pada akhir 2020 lalu rumah tangga menjadi penyumbang sampah terbanyak dengan kontribusi 32,8 persen dari jumlah sampah nasional. Diikuti sampah dari pasar tradisional 19,9 persen, kawasan lain-lain 18,7 persen dan sisanya dibawah 10 persen seperti pusat perniagaan dan fasilitas publik.
Deborah Sacks, Waste and Resources Specialist dari Department for International Trade, Inggris mengatakan pengelolaan sampah dan masalah plastik yang mencemari lautan membutuhkan komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat untuk bisa ditanggulangi.
"Jumlah sampah dan polusi lingkungan telah mencapai titik di mana sampah ini tidak lagi dapat diabaikan. Selama bertahun-tahun sampah yang menyumbat saluran dan aliran air dapat berdampak serius pada kesehatan manusia dan hewan yang memungkinkan penyebaran penyakit, serta perkembangbiakan nyamuk," ujar Sacks dalam laporannya, dikutip Senin (1/3/2021).
Dampak visual selanjutnya dari sampah yang mengotori pantai dan laut akan menghentikan kunjungan wisatawan dan membahayakan satwa liar yang dikunjungi wisatawan.
Di negara asalnya, Sacks mengatakan Pemerintah Inggris telah melakukan banyak upaya efektif untuk menjaga limbah tidak merusak lingkungan, kesehatan, dan perekonomian negara.
Bagaimana caranya?
"Langkah pertama adalah dengan memahami komposisi limbah. Umumnya sampah yang masih memiliki nilai akan dipilah oleh mereka yang melihat nilai sampah ini sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir. Sampah berbahan logam, tekstil atau botol plastik PET (Polietilena Tereftalat) yang dapat digunakan kembali dipisahkan untuk dijual dan diolah kembali," ujarnya.
Tetapi bagaimana dengan material sampah yang tidak dapat didaur-ulang oleh perusahaan maupun individu pendaur-ulang?
Sacks menjelaskan, teknik mendaur ulang sampah organik yang paling baik adalah dengan sistem pengomposan atau penguraian anaerobic (Anaerobic Digestion/AD). Tetapi keduanya mensyaratkan sampah harus bersih dari pencemar atau benda-benda yang tidak bisa diurai.