News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Upaya Berantas Praktik Predatory Pricing di E-Commerce Perlu Koordinasi Lintas Lembaga

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi e-commerce

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan (Kemendag) Ivan Fitriyanto mengatakan pihaknya melakukan koordinasi intens dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memberantasan praktik predatory pricing yang terjadi di marketplace.

"Regulasi tersebut masih dalam proses penyusunan kami tengah berkoordinasi dengan KPPU. Apakah kaitannya dengan persaingan usaha. Ini sedang dalam proses pembuatan permendag," kata Ivan saat konferensi pe

Baca juga: Respon Bos Shopee dan Tokopedia Setelah Jokowi Serukan Benci Produk Asing

rs Shopee, Rabu (10/3/2021).

Dia menyampaikan salah satu tujuan peraturan ini yakni tindak lanjut perdagangan hak konsumen berbasis digital.

"Digital pricing kita harus melihat konsepnya seperti apa apakah ini strategi bisnis atau proses yang mematikan UMKM. ini perlu investigasi lebih mendalam," tukasnya.

Baca juga: KPPU Optimistis UU Cipta Kerja Bisa Akselerasi Perizinan Impor Bawang Putih

Perkembangan e-commerce di Indonesia yang sangat pesat telah menimbulkan masalah baru persaingan yang tidak sehat diantara penjual. 

Baca juga: Fitur Geo-Tagging Kini Hadir di Halaman Kebutuhan Kelontong Tokopedia

Hal itu tercermin dari banjir produk impor lewat e-commerce dengan harga jual yang sangat rendah hingga mematikan pelaku usaha dalam negeri. 

Pemerintah menyebut hal ini adalah praktik predatory pricing. Skema strategi penjualan dengan mematok harga yang sangat rendah ini tujuannya untuk menarik minat pembeli. 

Predatory pricing juga menutup persaingan sehingga pelaku usaha lain tidak bisa masuk ke pasar yang sama.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkap alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggaungkan benci terhadap produk asing.

Dia memberi contoh seorang pedagang hijab di Pasar Tanah Abang, yang memiliki konveksi dengan jumlah pekerja mencapai tiga ribu orang ongkos gaji per tahun sekitar Rp 10 miliar. 

Produk hijab yang dijual itu kemudian terekam oleh artificial intelligence salah satu perusahaan online asing.

Setelah perusahaan online asing berhasil merekam terkait bentuk, warna, dan harga hijab yang dijual pedagang Indonesia, maka pihak asing itu menawarkan produk yang sama dengan harga jauh lebih murah.

"Dibuat (hijab) di negara itu, saya tidak perlu sebut negaranya. Kemudian, datang ke Indonesia, dilakukan dengan spesial diskon, yang saya katakan dalam istilah perdagangan namanya predatory pricing," kata Lutfi saat acara Rakernas Hipmi 2021, yang disiarkan secara virtual, Jumat (5/3/2021).

"Masuk ke Indonesia harganya Rp 1.900. Bagaimana caranya kita bersaing? Jadi ini adalah mekanisme perdagangan yang dilarang international trade," lanjutnya.

Lutfi menyebut, harga jual hijab produsen asing sebesar Rp 1.900, hanya membayar bea masuk sebesar 44 ribu dolar AS, padahal pengusaha hijab dalam negeri yang pekerjakan tiga ribu orang, harus mengeluarkan biaya gaji Rp 10 miliar per tahun.

"Jadi ini yang sebenarnya dibenci Pak Jokowi, aksi ini yang tidak boleh," ucapnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini