News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dolar Bisa Merosot di Bawah Rp 13.000 Jika Ekonomi AS Belum Pulih Duluan

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Teller PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menghitung uang kertas di Kantor Cabang Bank BTN Jakarta Harmoni, Jakarta Pusat, Senin (18/5/2020). Tribunnews/Jeprima

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat komoditas Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan terus menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga level di bawah Rp 13.000 per dolar AS. 

Penguatan rupiah terhadap dolar AS karena didorong sentimen positif, harapan pulihnya ekonomi di tanah air dari akibat pandemi Covid-19. 

"Tahun 2021 ini memang diperkirakan rupiah bakal menguat terhadap dolar AS karena prospek pemulihan ekonomi," ujarnya kepada Tribunnews, Senin (15/3/2021). 

Menurut dia, investor akan tertarik untuk meninggalkan dolar AS dan memindahkan asetnya ke negara berkembang, sehingga dapat memperkuat mata uangnya. 

Baca juga: Kurs Dolar-Rupiah di Bank BNI Hari Ini, Senin 15 Maret 2021

"Para pelaku pasar akan berbondong-bondong masuk ke aset berisiko untuk mencari yield yang lebih tinggi, termasuk aset indonesia," kata Ariston. 

Baca juga: Jumat Pagi, Rupiah Dibuka Menguat ke Rp 14.355 per Dolar AS, Berikut Kurs di 5 Bank

Dia memberikan syarat bahwa rupiah dapat melesat ke bawah Rp 13.000 dolar AS jika pemerintah dan lembaga negara sanggup membuat neraca transaksi berjalan positif. 

"Iya mungkin saja ke bawah Rp 13.000. Ini harus didukung dengan neraca berjalan yang positif," tutur Ariston. 

Pengamat pasar modal Hans Kwee menambahkan, pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat dari negara lain berpotensi menaikan minat pelaku pasar akan aset berisiko di Negeri Paman Sam. 

Hans menjelaskan, naiknya minat terhadap aset di AS bisa menyebabkan dolar AS menguat, tapi belum akan terjadi dalam waktu dekat. 

"Dalam jangka pendek stimulus akan menyebakan likuditas dolar AS yang longgar di pasar keuangan, sehingga berpotensi memperlemah dolar AS terhadap mata uang negara lain," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini