Dibandingkan dengan laporan sebelumnya pada tahun 2017, ketika mayoritas vaper Eropa (52%) mengakui bahwa penggunaan rokok elektronik tidak membantu mereka mengurangi kebiasaan merokok, Eurobarometer terbaru menunjukkan penurunan proporsi ini menjadi 22%, hal tersebut membuktikan bahwa semakin banyak perokok yang beralih ke rokok elektrik untuk berhenti merokok.
Pembaruan persepsi ini tidak terlalu mengejutkan karena kemanjuran rokok elektrik sebagai salah satu alat berhenti merokok yang efektif telah diperkuat oleh peningkatan jumlah penelitian independen.
Penelitian terbaru yang dilakukan pada bulan Oktober 2020 dilakukan oleh Cochrane dimana melakukan lebih dari 50 analisis penelitian, menyatakan rokok elektrik terbukti paling efektif dibandingkan dengan gums and patches (mengunyah permen/tembakau).
Sejauh ini pendekatan regulasi dan penegakan hukum untuk industri vaping yang diadopsi oleh Inggris, mencerminkan sikap dukungan terkait penggunaan produk vape/rokok elektrik sebagai metode untuk berhenti merokok.
Selain itu, di Inggris, produk vape dipandang sebagai alat yang berguna untuk mengurangi dampak buruk karena pengguna rokok tradisional yang mudah terbakar.
Pandangan pengurangan dampak buruk ini dicontohkan dalam pernyataan yang dibuat oleh Martin Dockrell, Kepala Permasalahan Tembakau Departemen Kesehatan Masyarakat Inggris, pada September 2019.
Penggunaan rokok elektrik berpotensi efektif sebagai cara bagi perokok untuk berhenti merokok di Inggris, Kanada, dan Selandia Baru, hal ini tercermin melalui peraturan yang akomodatif. Disisi lain pemerintah Indonesia masih memberlakukan kebijakan yang sama baik untuk rokok yang mudah terbakar maupun rokok elektrik.
Sehingga hal ini membuat asosiasi produsen rokok elektrik di Indonesia terus meminta pemerintah untuk merumuskan regulasi tersendiri, mengingat semakin banyaknya pengguna rokok elektrik dan penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa produk tersebut kurang berbahaya jika dibandingkan dengan rokok konvensional.(Willy Widianto)