News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Garuda Indonesia Merugi

Kondisi Garuda Indonesia Makin Parah, Begini Solusi Pengamat BUMN

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia meluncurkan livery khusus dalam rangka mendukung program vaksinasi Covid-19 nasional, Jumat (15/1/2021). Desain livery tersebut terpasang pada armada B737-800NG yang nantinya akan melayani berbagai rute penerbangan penerbangan domestik.

Laporan Wartawan Tribunnews, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maskapai Penerbangan pelat merah yakni Garuda Indonesia, saat ini kondisi keuangannya masih belum menunjukkan angka yang positif.

Hal tersebut kembali diperparah dari adanya pandemi Covid-19, yang memberikan dampak sangat signifikan terhadap kinerja operasional angkutan penumpang.

Seperti dilansir Bloomberg, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan, bahwa Garuda Indonesia memiliki utang sekitar Rp70 triliun (4,9 miliar dollar AS).

Seperti diketahui, krisis Covid-19 telah memaksa puluhan maskapai penerbangan dan bisnis penerbangan untuk merestrukturisasi atau mencari perlindungan kebangkrutan. Tak terkecuali Garuda Indonesia.

Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto mengatakan, pengelolaan keuangan di masa sulit akibat pandemi Covid-19, benar-benar sangatlah krusial.

Menurut Toto, dengan melihat kondisi keuangannya saat ini, Garuda Indonesia dituntut berpikir keras dan mendapatkan alternatif keuangan lain seperti mendapatkan suntikan dana dari pemerintah pusat.

Baca juga: Yudi Purnomo: Presiden Jokowi Perlu Supervisi Polemik Alih Status Pegawai KPK

Contohnya, hampir semua flag carrier regional seperti Singapore Airlines dan Cathay Pasific, mendapatkan tambahan injeksi modal dari negara agar mampu bertahan hidup.

Namun, meski Garuda Indonesia adalah bagian dari BUMN, Perseroan disinyalir tidak bisa mengharapkan sepenuhnya bantuan injeksi modal dari Pemerintah.

Toto memiliki alasan, karena saat ini Pemerintah tengah berfokus dalam pemulihan ekonomi nasional di berbagai sektor sehingga dana yang diberikan pemerintah kepada Garuda Indonesia, memiliki nilai yang sangat terbatas.

Salah satu solusi yang dinilai tepat oleh Toto Pranoto adalah refinancing. Refinancing ialah sebuah skema penggantian pinjaman yang ada dengan pinjaman baru, dengan melunasi hutang pinjaman yang lama.

Baca juga: BRI Agro dan Majoo Sinergi Integrasi Layanan Keuangan Perbankan Digital

"Aspect pengelolaan keuangan atau financing, sangat krusial di era pandemi dan pasca pandemi bagi airlines business," jelas Toto Pranoto kepada Tribunnews, Selasa (25/5/2021).

"Karena pendanaan negara terbatas, maka selain pinjaman modal kerja dari pemerintah, GIAA juga harus mampu memperoleh alternatif financing lainnya. Misal dengan refinancing utang jatuh tempo, maupun refinancing dari mitra pemasok," sambungnya.

Tak hanya refinancing, Toto juga menilai, pengurangan jumlah sumber daya manusia (SDM) di Garuda Indonesia adalah sebuah langkah yang relevan.

Seperti diketahui sebelumnya, pada pertengahan 2020, maskapai juga telah mencuti sekitar 825 staf, setelah sebelumnya memotong gaji.

"Pengurangan jumlah SDM juga merupakan  langkah turnaround yang dilakukan banyak maskapai lainnya. Langkah ini menurut saya relevan dengan upaya membuat cost structure yang lebih ramping buat GIAA," ujar Toto.

Ia menyebutkan, selama kegiatan manusia terbatas, bisnis Garuda Indonesia akan tetap dalam posisi yang negatif.

"Saya kira dengan masih terbatasnya pergerakan manusia, kerugian GIAA memang akan cukup besar," pungkasnya.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini