Padahal, seperti dikatakan Prof Anthony Budiawan di forum itu, "tax amnesty yang lalupun gagal total".
Untung ada staf khusus menteri keuangan bidang komunikasi strategis di Zoominar itu. Namanya Yustinus Prastowo.
Pembawaanya kalem. Bicaranya datar. Tapi intonasi dan gaya bicaranya enak. Yustinus juga bukan tipe juru bicara yang asal tangkis. Tidak pula mudah terpancing.
Ia memberi kesan akomodatif. Tapi berhasil menyampaikan misinya. Tanpa ada kesan menggurui.
Ternyata semua debat di medsos itu banyak yang rujak sentul -satu ke utara, satunya ke selatan.
Pajak sembako itu misalnya, ternyata belum akan dikenakan dalam waktu dekat. RUU itu diajukan sebagai antisipasi kalau pandemi sudah terlewati.
Sebutan "pajak sembako" sendiri ternyata juga rujak sentul. Yang akan dipajaki itu ternyata sembako premium.
Kalau pun beras, beras yang akan dikenai PPN adakah beras yang harganya Rp 50.000/kg. Kalaupun daging yang kena PPN itu sejenis daging kelas wagyu ke atas. Yang kalau jadi steak satu porsi berharga Rp 1,5 juta.
Semua itu juga baru rencana. Masih akan dibahas di DPR. Dan yang jelas, seperti dikatakan Yustinus, itu belum akan berlaku selama masih ada pandemi.
Selama pandemi, ujar Yustinus, pemerintah justru telah begitu banyak memberikan keringanan pajak.
"Sekarang ini kita lagi memikirkan bagaimana pajak setelah tidak ada pandemi," ujar Yustinus.
Yustinus itu orang Gunung Kidul.
Sekolahnya di SMAN 1 Wonosari. Ayahnya guru SD. Yustinus lantas mendapat beasiswa masuk STAN Jakarta. Begitu lulus ia harus menjadi pegawai negeri.
Tugas awalnya di Ditjen Pembinaan BUMN sebelum ada kementerian BUMN, lalu ke Ditjen Pajak.